Kajian Dzuhur Majelis Ta’lim Tekomsel.
Rukshah dalam Islam. Apa dan Bagaimana?
Rukshah sering
diterjemahkan dengan keringanan. Secara bahasa, kata-kata ini sering
diterjemahkan sebagai ‘diberikannya izin untuk melakukan suatu perbuatan,
padahal sebelumnya perbuatan itu dilarang.’ Awalnya perbuatan itu dilarang,
setelah itu kemudian diizinkan. Tindakan diizinkan itu artinya memberi rukshah.
Secara istilah, al Imam al
Ghazali menyebutkan bahwa rukshah adalah sebuah ‘perluasan.’ Memberikan
perluasan kepada mukallaf untuk mengerjakan sesuatu yang tadinya
dilarang, Allah berikan keluasan karena adanya udzur syar’i –alasan yang
kuat, dimana kita karena udzur itu tidak dapat mengerjakannya, yang sebelumnya
ada sebab yang mengharamkan.
Dasar rukshah ini menarik.
Karena ini juga menjadi pembeda agama kita (yang dibawa Muhammad SAW) dengan
Islam juga (tapi yang dibawa nabi-nabi terdahulu).
Nabi Isa, islamkah? Musa juga
Islam. Tetapi kenapa dikatakan nabinya orang kristen , nabinya orang Yahudi?
Semua nabi sebelum nabi Muhammad
adalah Islam, agama yang dibawa pun juga Islam. Namun, karena karakteristik
pensyariatan di masa lalu dan masa nabi Muhammad beda. Orang zaman dahulu tidak
menyebut agamanya bukan Islam. Lantas, yang membedakan satu agama dengan agama
lainnya apa? Nama bangsanya.
Jadi, dulu agama turun berdasarkan
bangsanya (kaumnya). Nabi Musa, lahir di kaum Yahudi. Maka disebut agama Islam
untuk kaum Yahudi. Namun jangan dikatakan di zaman sekarang, karena sudah banyak
keluar dari asas yang paling dasar. Tapi kalau kita lihat dari masa lalu, semua
nabi muslim. Dan memang kebetulan, semua nabi itu diutus berdasarkan
kebangsaannya beliau. Hanya sayangnya bangsa Jawa dan Melayu tidak mendapat
nabi. Akhirnya, kita pakai nabi yang universal saja. Kalau dulu, forum
di zaman nabi Muhammad (sebut saja Abdullah) bertemu dengan orang di Palestina yang
beragama Nasrani, tidak kompatibel. Karena agama Musa hanya diturunkan untuk
orang Palestina saj. Dulu agama diturunkan sesuai bangsa dan tidak bisa saling
tukar syariat. Di zaman nabi Muhammad, itu semua berakhir. Mau orang eropa atau
asia. Agama dipakai untuk seluruh bangsa. Sehingga sekarang mengatakan orang
Islam, kebangsaan eropa, jawa, melayu.
Yang membedakan agama Nabi
Muhammad dan agama lainnya, salah satunya ada rukshoh. Bertebaran hampir di
seluruh detail syariat, ada rukshohnya. Wudhu. Sholat. Puasa. Haji. Sampai
muamalah pun ada rukshahnya. Ada keringanannya. Kenapa dikatakan ringan,
karena dibandingkan umat terdahulu, tidak ada keringanan.
Contohnya, di surat al baqoroh,
orang Yahudi jika berbuat dosa, taubatnya tidak diampuni, kecuali melakukan
ritual. Bunuh diri. Faqudu ilaa baariikum faqtulu anfusakum. Jadi,
syarat diterimanya taubat adalah bunuh diri. Agama nabi Muhammad, syarat
diterimanya taubat ya menyesal, tidak sampai bunuh diri. Namun orang Yahudi,
untuk diterima taubatnya harus bunuh diri. Dan ini tidak berlaku untuk diri
kita.
Atau ada lagi, orang Yahudi di
masa lalu, jika mereka tersentuh benda najis pada tubuhnya, tidak bisa
disucikan. Kalau kita, bisa, tujuh kali dengan air, salah satunya dengan tanah.
Orang Yahudi, tidak bisa disucikan. Sekali kena najis, dosa, dan tidak bisa
disucikan. Harus dipotong bagian tubuh yang terkena najis.
Karenanya, Allah menginginkan
dari kalian yang mudah, tidak suka melakukan yang susah. Oleh karena itu,
reaksi wajarnya, merkea tdak bisa menjalankan agama sendiri kecuali mereka
mengubah agamanya.
Jadi, misal orang Nasrani.
Sholatnya lebih berat (aslinya). Kalau sekarang kita minum khamr, itu
bukan rukshah. Itu karena mereka meninggalkan agamanya. Kalau kita lihat
mungkin ada yang tidak mau minum khamr berjudi. Ini karena mereka
membangkang, dan meninggalkan syariatnya. Sehingga demikian.
Kalau orang Islam, kita
sebenarnya meninggalkan syariat, dan yang membuat syariat mengatakan, ‘tidak
apa2, silahkan.’ sehingga rukshah dalam agama Islam menjadi ciri khas
agama yang diturunkan nabi Muhammad dan agama yang diturunkan nabi lainnya.
***
Para ulama membagi yang namanya rukshah
secara hukumnya, ada rukshah yang wajib untuk dilakukan. Keringanan dari
Allah yang buat kita hukumnya wajib. Sunnah. Mubah. Dan makruh.
1. Wajib.
Orang dalam
keadaan kelaparan mau mati di tengah padang pasir. Tidak ada yang bisa dimakan
kecuali bangkai ular. Ular hidup saja, kita makan tidak boleh. Apalagi bangkai.
Berarti haramnya dua kali lipat. Tetapi ketika kita tidak bisa meneruskan hidup
kecuali jika makan. Dan kali ini diberikan rukshah, wajib untuk makan
bangkai. Wajib harus dikerjakan, agar orang tidak mati.
2. Sunnah.
Ada dua pilihan,
namun lebih utama ambil yang rukshohnya. Seperti musafir yang jika dia sudah
memenuhi syaratnya, perjalanan melewati jarak dilaluinya qashar. Kebanyakan
ulama mengatakan dia boleh mengqashar. Maka, lebih baik jama’ ashar
dibandingkan tidak usah. Ini jenis keringanan yang sifatnya sunnah. Namun dalam konteks safar, Rasulullah lebih
sering menjama’ shalatnya, sehingga para ulama mengatakan sunnahnya menjama’.
Namun, yang ingin shalat biasa, juga tidak dosa.
Contoh yang lain
ialah musafir di bulan Ramadhan. Mana yang lebih utama, dia membatalkan puasa,
atau terus berpuasa. Dilihat kasusnya. Jika masyaqqahnya lebih tinggi.
Jika dalam perjalanan, dia bisa mabok dsb, dia lebih baik tidak berpuasa. Namun
jika Jakarta-Surabaya. Satu jam perajalanan, nggak apa-apa. Jadi lebih afdhal
lanjut berpuasa.
Contoh yang
lain. Nabi tinggalnya di madinah, yang jika dilihat dari letak geografis,
posisinya lintang utara. Ada musim panas dan dingin. Jika masuk musim panas, bisa
sampai 50 dercel. Di masa Rasul, jika panas demikian, diberikan keringanan,
bahwa shalat zhuhur tidak perlu diawal waktu. bahkan jadi makruh. Afdhalnya
diundur. Tunggu sampai udara lebih dingin, katakanlah jam setengah tiga.
Sehingga afdhalnya shalat zhuhur beliau jam setengah tiga. Hal ini
tertulis di Shahih Bukhari Muslim. Dan ini lebih utama dibandingkan di bawah
terik matahari. Namun, kajian fiqhnya, hal itu terjadi di Madinah yang panasnya
demikian. Apakah hal itu lantas terjadi di Indonesia?
Contoh lain.
Melihat muka calon istri. Aslinya tidak boleh, tetapi jika melihat sekilas,
tidak masalah, karena wajah itu bukan aurat. Tapi jika melotot, itu tidak boleh.
Namun ada rukshah jika calonya yang mantap. Pernah di zaman nabi, ada sahaabt menjumpai nabi
dan mengatakan ada calonnya. Dikatakan beliau tsiqoh saja, namun nabi
membantah, “lihat dulu wajahnya. Bisa jadi semakin mantap ataupun agak ragu.
Mumpung belum lebih lanjut”. Sehingga rukshahnya dilihat dulu.
3. Mubah.
Boleh. Tidak
masalah memilih yang manapun. Contohnya, banyak dalam masalah muamalah.
Contohnya, jual
beli secara salam. Kasus di masa nabi, banyak pedagang kurma yang datang kepada
petani dan mengatakan, ‘wahai petani, saya butuh kurma. Saya berikan uangnya,
dan anda serahkan saat panen.’ Sehingga saat akad, pohonnya belum ada kurma
maupun bunganya. Ini jual beli yang dibolehkan. Aslinya kan, jual beli yang
belum ada barangnya kan tidak boleh. Namun, diperbolehkan nabi. Karena akad
salam, akad yang dilakukan bukan yang dilihat itu ada apa. Namun sifatnya sama
seperti kredit. Barangnya dikasih duluan, bayarnya belakangan. Jual beli dengan
cara menghutang, boleh. Mahar pun juga boleh. Jual beli salam, terbalik. Uangnya tunai,
barangnya belakangan.
Dan hal ini
sudah sering kita lakukan tiap hari. Pergi haji bayar dulu, berangkatnya masih
jauh –nanti. Karena kalau beli nanti, harganya mahal. Karenanya bayarnya
sekarang. Aslinya tidak boleh, namun khusus untuk akad salam ini, dibolehkan.
Sekarang, kita
pakai atau tidak pakai akad salam, terserah. Itu rukshah yang Allah
kasih, hukumnya terserah. Mubah.
Contoh yang
lain, sayembara. Aslinya, sayembara itu tidak boleh, karena seperti judi.
Namun, sayembara berbeda dengan judi. Kalau judi, saya pemain judi, lawan saya
pemain judi. Kita sama-sama bertaruh, saya dan dia keluar uang 100rb dengan
kesepakatan, yang menang boleh ambil uang lawannya. Sebut saja taruhan uang
pancong. Maka itu haram. Jika sayembara, yang bertarung satu orang saja, yang
lain tidak. Misalnya ini duit saya 100rb, kalahkan saya. Kalau saya kalah,
silahkan ambil uang saya. Jika menang, ini uang tetap punya saya. Dan sayembara
ini, aslinya diharamkan, namun karena ada bberapa rukun yang tidak dijalankan,
maka ini tidak diharamkan.
4. Makruh.
Ini keringanan
juga, namun sebaiknya jangan dipakai.
Contohnya seperti
orang yang dalam keadaan musafir, dia tidak merasa lapar dan tidak merasa haus,
tidak merasa kelelahan. Tetapi karena dia musafir, sebagai musafir sudah berhak
makan minum. Namun, pertimbangannya, lebih baik mana? Illat (alasan)
kebolehan orang berbuka puasa itu bukan masyaqqotnya, tapi safarnya. Maka siapa saja yang memenuhi ketentuan safar,
dia boleh berbuka puasa. Berat atau tidak berat. Jadi, ukurannya bukan berat –tidak
berat, namun syaratnya bukan berat tidak berat, tapi safarnya. Memang asal muasal ketika disyariatkan
karena berat. Namun setellah dikodifisikasi
menjadi hukum positif, syaratnya bukan karena berat tidak berat, tapi
safar itu sendiri. Tapi kasusnya begini, saya musaffir, dan saya tidak
merasa berat. Maka sebaiknya saya tidak mengambil keringanan ini.
**
Q.A
Q. puasa sunnah, mendapat
undangan makan. Apa sebaiknya kita buka atau tidak?
A. Kalau puasa sunnah, bebas. Kita
mau teruskan sunnah atau membatalkan. Namun, afdhalnya, jika puasanya dari
ashar, tidak. Karena rugi. tetapi jika undangannya pagi, silahkan saja memenuhi
undangannya. Kalau ditanya yang mana
yang lebih baik, hitung-hitung saja
menurut kita. Misal kita lama nggak puasa sunnah, dan mau puasa nih. Ternyata dapat
undangan. Karena susah cari waktunya lagi nih. Ya sudah bismillah, puasa saja
deh. Kecuali jika alasannya begini. Kita bisa puasa kapan saja, ada hajatan
teman. Kita datang untuk memamerkan
Q. yang membuat orang boleh tidak
sholat jumat?
A. yang pertama, dia bukan
laki-laki. Perempuan boleh tidak sholat jumat. Atau sholat jumat jam 2, boleh. Dan
tidak perlu sholat zhuhur lagi. Yang kedua, belum baligh. Yang ketiga, mukim. Orang
yang musaffir tidak punya kewajiban sholat jumat. Yang keempat, orang sakit.
Yang kelima, budak. Orang yang merdeka, wajib sholat jumat.
Hujan, tetap wajib. Kewajiban ini
sesuai kemampuan. Kita berusaha sholat masjid. Tapi ternyata tergenang air.
kalau mau ke masjid tergenang air dulu. Itu kan keadaan yang tidak harus. Banjirnya
yang membuat diperbolehkan, bukan hujannya. Atau terlambat, itu sudah tidak
bisa lagi sholat jumat. Tapi wajib sholat zhuhur.
Q. ada yang mengatakan, jika lebaran di hari jumat, maka tidak ada kewajiban sholat jumat setelah pagi nya sholat ied?
A. hari raya idul fitri atau idul
adha, maka siapa saja yang melakukan sholat idul fitri dan idul adha maka dia
tidak wajib lagi sholat jumatnya. Ini ikhtilaf di antara para ulama. Yang
dikaksih rukshoh bukan semua orang islam. Tetapi memang yang mereka itu aslinya
tidak wajib sholat jumat. Siapa? Orang islam, sahabat nabi, yang tinggalnya di
padang pasir (nomaden). Hari ini dia di sana. Hari esok bukan di sana lagi,
mengikuti hewan buruannya. Orang seperti itu, memang aslinya tidak wajib sholat
jumat. Kalau orang seperti mereka pagi lebaran ikut sholat idul fitri. Kemudian
mereka lebaran ke rumah rasul. Minta izin tidak sholat jumat karena tidak
tinggal di sana. Dari segi syarat itu bukan tempat tinggal. Status mereka
seperti musafir. Rasul berkata, ‘silahkan kalian tidak sholat jumat, tetapi
kami sholat jumat.’ Karena sholat jumat diwajibkan untuk para mukallaf. Tidak
bisa dijatuhkan dalil itu oleh sebuah hadist, selama ada dalil yang lain (QS. al-jum’ah
: 9)
Q. Dari Arofah sampai Mina,
sholat di qashar. Kalau kita ikut perjalanan dinas, berapa lama yang boleh sholat
mengqoshor sholat?
A. Para ulama bicara batas berapa
lama boleh di jama’ dan qoshor, semua mengacu pada kejadian yang di masa nabi ketika
nabi pergi haji, kejadian 10 H dan kejadiannya unik. Beliau datang dari Madinah
ke Makkah, kemudian haji 4 hari 9, 10, 11, dan 12 setelah itu beliau tetap
tinggal di Makkah. Yang menarik, selama empat hari, beliau jama-qashar terus. Namun
setelah itu, beliau tetap tinggal di Makkah dan tidak jama’ qashar. Kemudian para
ulama menarik kesimpulan, batas jama’ qashar seseorang jika dia mendiam dalam
tempat itu adalah empat hari.