14 Mei 2016

Rukshah dalam Islam. Apa dan Bagaimana?

Kajian Dzuhur Majelis Ta’lim Tekomsel.
Rukshah dalam Islam. Apa dan Bagaimana?

Rukshah sering diterjemahkan dengan keringanan. Secara bahasa, kata-kata ini sering diterjemahkan sebagai ‘diberikannya izin untuk melakukan suatu perbuatan, padahal sebelumnya perbuatan itu dilarang.’ Awalnya perbuatan itu dilarang, setelah itu kemudian diizinkan. Tindakan diizinkan itu artinya memberi rukshah.

Secara istilah, al Imam al Ghazali menyebutkan bahwa rukshah adalah sebuah ‘perluasan.’ Memberikan perluasan kepada mukallaf untuk mengerjakan sesuatu yang tadinya dilarang, Allah berikan keluasan karena adanya udzur syar’i –alasan yang kuat, dimana kita karena udzur itu tidak dapat mengerjakannya, yang sebelumnya ada sebab yang mengharamkan.

Dasar rukshah ini menarik. Karena ini juga menjadi pembeda agama kita (yang dibawa Muhammad SAW) dengan Islam juga (tapi yang dibawa nabi-nabi terdahulu).

Nabi Isa, islamkah? Musa juga Islam. Tetapi kenapa dikatakan nabinya orang kristen , nabinya orang Yahudi?

Semua nabi sebelum nabi Muhammad adalah Islam, agama yang dibawa pun juga Islam. Namun, karena karakteristik pensyariatan di masa lalu dan masa nabi Muhammad beda. Orang zaman dahulu tidak menyebut agamanya bukan Islam. Lantas, yang membedakan satu agama dengan agama lainnya apa? Nama bangsanya.

Jadi, dulu agama turun berdasarkan bangsanya (kaumnya). Nabi Musa, lahir di kaum Yahudi. Maka disebut agama Islam untuk kaum Yahudi. Namun jangan dikatakan di zaman sekarang, karena sudah banyak keluar dari asas yang paling dasar. Tapi kalau kita lihat dari masa lalu, semua nabi muslim. Dan memang kebetulan, semua nabi itu diutus berdasarkan kebangsaannya beliau. Hanya sayangnya bangsa Jawa dan Melayu tidak mendapat nabi. Akhirnya, kita pakai nabi yang universal saja. Kalau dulu, forum di zaman nabi Muhammad (sebut saja Abdullah) bertemu dengan orang di Palestina yang beragama Nasrani, tidak kompatibel. Karena agama Musa hanya diturunkan untuk orang Palestina saj. Dulu agama diturunkan sesuai bangsa dan tidak bisa saling tukar syariat. Di zaman nabi Muhammad, itu semua berakhir. Mau orang eropa atau asia. Agama dipakai untuk seluruh bangsa. Sehingga sekarang mengatakan orang Islam, kebangsaan eropa, jawa, melayu.

Yang membedakan agama Nabi Muhammad dan agama lainnya, salah satunya ada rukshoh. Bertebaran hampir di seluruh detail syariat, ada rukshohnya. Wudhu. Sholat. Puasa. Haji. Sampai muamalah pun ada rukshahnya. Ada keringanannya. Kenapa dikatakan ringan, karena dibandingkan umat terdahulu, tidak ada keringanan.

Contohnya, di surat al baqoroh, orang Yahudi jika berbuat dosa, taubatnya tidak diampuni, kecuali melakukan ritual. Bunuh diri. Faqudu ilaa baariikum faqtulu anfusakum. Jadi, syarat diterimanya taubat adalah bunuh diri. Agama nabi Muhammad, syarat diterimanya taubat ya menyesal, tidak sampai bunuh diri. Namun orang Yahudi, untuk diterima taubatnya harus bunuh diri. Dan ini tidak berlaku untuk diri kita.

Atau ada lagi, orang Yahudi di masa lalu, jika mereka tersentuh benda najis pada tubuhnya, tidak bisa disucikan. Kalau kita, bisa, tujuh kali dengan air, salah satunya dengan tanah. Orang Yahudi, tidak bisa disucikan. Sekali kena najis, dosa, dan tidak bisa disucikan. Harus dipotong bagian tubuh yang terkena najis.

Karenanya, Allah menginginkan dari kalian yang mudah, tidak suka melakukan yang susah. Oleh karena itu, reaksi wajarnya, merkea tdak bisa menjalankan agama sendiri kecuali mereka mengubah agamanya.

Jadi, misal orang Nasrani. Sholatnya lebih berat (aslinya). Kalau sekarang kita minum khamr, itu bukan rukshah. Itu karena mereka meninggalkan agamanya. Kalau kita lihat mungkin ada yang tidak mau minum khamr berjudi. Ini karena mereka membangkang, dan meninggalkan syariatnya. Sehingga demikian.

Kalau orang Islam, kita sebenarnya meninggalkan syariat, dan yang membuat syariat mengatakan, ‘tidak apa2, silahkan.’ sehingga rukshah dalam agama Islam menjadi ciri khas agama yang diturunkan nabi Muhammad dan agama yang diturunkan nabi lainnya.

***
Para ulama membagi yang namanya rukshah secara hukumnya, ada rukshah yang wajib untuk dilakukan. Keringanan dari Allah yang buat kita hukumnya wajib. Sunnah. Mubah. Dan makruh.

      1.       Wajib.
Orang dalam keadaan kelaparan mau mati di tengah padang pasir. Tidak ada yang bisa dimakan kecuali bangkai ular. Ular hidup saja, kita makan tidak boleh. Apalagi bangkai. Berarti haramnya dua kali lipat. Tetapi ketika kita tidak bisa meneruskan hidup kecuali jika makan. Dan kali ini diberikan rukshah, wajib untuk makan bangkai. Wajib harus dikerjakan, agar orang tidak mati.

      2.       Sunnah.
Ada dua pilihan, namun lebih utama ambil yang rukshohnya. Seperti musafir yang jika dia sudah memenuhi syaratnya, perjalanan melewati jarak dilaluinya qashar. Kebanyakan ulama mengatakan dia boleh mengqashar. Maka, lebih baik jama’ ashar dibandingkan tidak usah. Ini jenis keringanan yang sifatnya sunnah.  Namun dalam konteks safar, Rasulullah lebih sering menjama’ shalatnya, sehingga para ulama mengatakan sunnahnya menjama’. Namun, yang ingin shalat biasa, juga tidak dosa.

Contoh yang lain ialah musafir di bulan Ramadhan. Mana yang lebih utama, dia membatalkan puasa, atau terus berpuasa. Dilihat kasusnya. Jika masyaqqahnya lebih tinggi. Jika dalam perjalanan, dia bisa mabok dsb, dia lebih baik tidak berpuasa. Namun jika Jakarta-Surabaya. Satu jam perajalanan, nggak apa-apa. Jadi lebih afdhal lanjut berpuasa.

Contoh yang lain. Nabi tinggalnya di madinah, yang jika dilihat dari letak geografis, posisinya lintang utara. Ada musim panas dan dingin. Jika masuk musim panas, bisa sampai 50 dercel. Di masa Rasul, jika panas demikian, diberikan keringanan, bahwa shalat zhuhur tidak perlu diawal waktu. bahkan jadi makruh. Afdhalnya diundur. Tunggu sampai udara lebih dingin, katakanlah jam setengah tiga. Sehingga afdhalnya shalat zhuhur beliau jam setengah tiga. Hal ini tertulis di Shahih Bukhari Muslim. Dan ini lebih utama dibandingkan di bawah terik matahari. Namun, kajian fiqhnya, hal itu terjadi di Madinah yang panasnya demikian. Apakah hal itu lantas terjadi di Indonesia?

Contoh lain. Melihat muka calon istri. Aslinya tidak boleh, tetapi jika melihat sekilas, tidak masalah, karena wajah itu bukan aurat. Tapi jika melotot, itu tidak boleh. Namun ada rukshah jika calonya yang mantap.  Pernah di zaman nabi, ada sahaabt menjumpai nabi dan mengatakan ada calonnya. Dikatakan beliau tsiqoh saja, namun nabi membantah, “lihat dulu wajahnya. Bisa jadi semakin mantap ataupun agak ragu. Mumpung belum lebih lanjut”. Sehingga rukshahnya dilihat dulu.

      3.       Mubah.
Boleh. Tidak masalah memilih yang manapun. Contohnya, banyak dalam masalah muamalah.

Contohnya, jual beli secara salam. Kasus di masa nabi, banyak pedagang kurma yang datang kepada petani dan mengatakan, ‘wahai petani, saya butuh kurma. Saya berikan uangnya, dan anda serahkan saat panen.’ Sehingga saat akad, pohonnya belum ada kurma maupun bunganya. Ini jual beli yang dibolehkan. Aslinya kan, jual beli yang belum ada barangnya kan tidak boleh. Namun, diperbolehkan nabi. Karena akad salam, akad yang dilakukan bukan yang dilihat itu ada apa. Namun sifatnya sama seperti kredit. Barangnya dikasih duluan, bayarnya belakangan. Jual beli dengan cara menghutang, boleh. Mahar pun juga boleh.  Jual beli salam, terbalik. Uangnya tunai, barangnya belakangan.

Dan hal ini sudah sering kita lakukan tiap hari. Pergi haji bayar dulu, berangkatnya masih jauh –nanti. Karena kalau beli nanti, harganya mahal. Karenanya bayarnya sekarang. Aslinya tidak boleh, namun khusus untuk akad salam ini, dibolehkan.
Sekarang, kita pakai atau tidak pakai akad salam, terserah. Itu rukshah yang Allah kasih, hukumnya terserah. Mubah.

Contoh yang lain, sayembara. Aslinya, sayembara itu tidak boleh, karena seperti judi. Namun, sayembara berbeda dengan judi. Kalau judi, saya pemain judi, lawan saya pemain judi. Kita sama-sama bertaruh, saya dan dia keluar uang 100rb dengan kesepakatan, yang menang boleh ambil uang lawannya. Sebut saja taruhan uang pancong. Maka itu haram. Jika sayembara, yang bertarung satu orang saja, yang lain tidak. Misalnya ini duit saya 100rb, kalahkan saya. Kalau saya kalah, silahkan ambil uang saya. Jika menang, ini uang tetap punya saya. Dan sayembara ini, aslinya diharamkan, namun karena ada bberapa rukun yang tidak dijalankan, maka ini tidak diharamkan.

      4.       Makruh.
Ini keringanan juga, namun sebaiknya jangan dipakai.
Contohnya seperti orang yang dalam keadaan musafir, dia tidak merasa lapar dan tidak merasa haus, tidak merasa kelelahan. Tetapi karena dia musafir, sebagai musafir sudah berhak makan minum. Namun, pertimbangannya, lebih baik mana? Illat (alasan) kebolehan orang berbuka puasa itu bukan masyaqqotnya, tapi safarnya.  Maka siapa saja yang memenuhi ketentuan safar, dia boleh berbuka puasa. Berat atau tidak berat. Jadi, ukurannya bukan berat –tidak berat, namun syaratnya bukan berat tidak berat, tapi safarnya.  Memang asal muasal ketika disyariatkan karena berat. Namun setellah dikodifisikasi  menjadi hukum positif, syaratnya bukan karena berat tidak berat, tapi safar itu sendiri. Tapi kasusnya begini, saya musaffir, dan saya tidak merasa berat. Maka sebaiknya saya tidak mengambil keringanan ini.

**
Q.A

Q. puasa sunnah, mendapat undangan makan. Apa sebaiknya kita buka atau tidak?
A. Kalau puasa sunnah, bebas. Kita mau teruskan sunnah atau membatalkan. Namun, afdhalnya, jika puasanya dari ashar, tidak. Karena rugi. tetapi jika undangannya pagi, silahkan saja memenuhi undangannya.  Kalau ditanya yang mana yang lebih baik,  hitung-hitung saja menurut kita. Misal kita lama nggak puasa sunnah, dan mau puasa nih. Ternyata dapat undangan. Karena susah cari waktunya lagi nih. Ya sudah bismillah, puasa saja deh. Kecuali jika alasannya begini. Kita bisa puasa kapan saja, ada hajatan teman. Kita datang  untuk memamerkan

Q. yang membuat orang boleh tidak sholat jumat?
A. yang pertama, dia bukan laki-laki. Perempuan boleh tidak sholat jumat. Atau sholat jumat jam 2, boleh. Dan tidak perlu sholat zhuhur lagi. Yang kedua, belum baligh. Yang ketiga, mukim. Orang yang musaffir tidak punya kewajiban sholat jumat. Yang keempat, orang sakit. Yang kelima, budak. Orang yang merdeka, wajib sholat jumat.
Hujan, tetap wajib. Kewajiban ini sesuai kemampuan. Kita berusaha sholat masjid. Tapi ternyata tergenang air. kalau mau ke masjid tergenang air dulu. Itu kan keadaan yang tidak harus. Banjirnya yang membuat diperbolehkan, bukan hujannya. Atau terlambat, itu sudah tidak bisa lagi sholat jumat. Tapi wajib sholat zhuhur.

Q. ada yang mengatakan, jika lebaran di hari jumat, maka tidak ada kewajiban sholat jumat setelah pagi nya sholat ied?
A. hari raya idul fitri atau idul adha, maka siapa saja yang melakukan sholat idul fitri dan idul adha maka dia tidak wajib lagi sholat jumatnya. Ini ikhtilaf di antara para ulama. Yang dikaksih rukshoh bukan semua orang islam. Tetapi memang yang mereka itu aslinya tidak wajib sholat jumat. Siapa? Orang islam, sahabat nabi, yang tinggalnya di padang pasir (nomaden). Hari ini dia di sana. Hari esok bukan di sana lagi, mengikuti hewan buruannya. Orang seperti itu, memang aslinya tidak wajib sholat jumat. Kalau orang seperti mereka pagi lebaran ikut sholat idul fitri. Kemudian mereka lebaran ke rumah rasul. Minta izin tidak sholat jumat karena tidak tinggal di sana. Dari segi syarat itu bukan tempat tinggal. Status mereka seperti musafir. Rasul berkata, ‘silahkan kalian tidak sholat jumat, tetapi kami sholat jumat.’ Karena sholat jumat diwajibkan untuk para mukallaf. Tidak bisa dijatuhkan dalil itu oleh sebuah hadist, selama ada dalil yang lain (QS. al-jum’ah : 9)

Q. Dari Arofah sampai Mina, sholat di qashar. Kalau kita ikut perjalanan dinas, berapa lama yang boleh sholat mengqoshor sholat?

A. Para ulama bicara batas berapa lama boleh di jama’ dan qoshor, semua mengacu pada kejadian yang di masa nabi ketika nabi pergi haji, kejadian 10 H dan kejadiannya unik. Beliau datang dari Madinah ke Makkah, kemudian haji 4 hari 9, 10, 11, dan 12 setelah itu beliau tetap tinggal di Makkah. Yang menarik, selama empat hari, beliau jama-qashar terus. Namun setelah itu, beliau tetap tinggal di Makkah dan tidak jama’ qashar. Kemudian para ulama menarik kesimpulan, batas jama’ qashar seseorang jika dia mendiam dalam tempat itu adalah empat hari.

Islam