dengan bangga kupersembahkan ini,
masa kuliah emang gak lepas dari yang namanya kelabilan anak remaja. semester satu kita masih tetap bocah ingusan yang definisi perspektif beberapa orang sih, masih suka ngerubungan dengan tampang 'bloon' muter2 suatu lokasi. jadi langsung dapet kesimpulan "itu pasti maba"
jujur aja, dari awal masuk kuliah, mungkin aku terserang penyakit idealisme mahasiswa prestatif yang diyakini gak semua orang dapat mengaplikasikannya. ini mengubah pola pandangku mengenai perilaku kayak gimana yang mesti aku terapin di kehidupan sehari2nya.
sampai pada akhirnya, kemarin ayahku datang menjengukku, dan kasih aku sebuah bacaan yang bahkan aku nggak pernah nyangka. imagine kita dalam kondisi bingung untuk bersikap apa pada dunia, terus disodorkan sebuah pengetahuan untuk "just try to totally be urself, dont ever force to be someone thats not exactly who u re because once u remember that moment ure free as ure, u'll be desperately apologize," melihat ada orang yang kagum pada kamu dengan sosokmu seadanya dan cuma menyadarkan "kamu yang dulu itu unik", karenanya, aku dengan bangga mau kasih lihat cerita ini,
jujur aja, dari awal masuk kuliah, mungkin aku terserang penyakit idealisme mahasiswa prestatif yang diyakini gak semua orang dapat mengaplikasikannya. ini mengubah pola pandangku mengenai perilaku kayak gimana yang mesti aku terapin di kehidupan sehari2nya.
sampai pada akhirnya, kemarin ayahku datang menjengukku, dan kasih aku sebuah bacaan yang bahkan aku nggak pernah nyangka. imagine kita dalam kondisi bingung untuk bersikap apa pada dunia, terus disodorkan sebuah pengetahuan untuk "just try to totally be urself, dont ever force to be someone thats not exactly who u re because once u remember that moment ure free as ure, u'll be desperately apologize," melihat ada orang yang kagum pada kamu dengan sosokmu seadanya dan cuma menyadarkan "kamu yang dulu itu unik", karenanya, aku dengan bangga mau kasih lihat cerita ini,
Tiga Puluh Menit bersama Kak X
Oleh
YYY
12
IPA C
Kriiiing!!! Jam telah menunjukkan pukul 18.30. Bel
tanda usainya pejaran telah berbunyi. Semua siswa-siswi Primagama keluar dari
ruang kelas dan berbondong-bondong pulang ke rumah. Sebagian ada yang masih
mengobrol dengan teman-teman, menonton televisi sambil menunggu jemputan,
melaksanakan salat magrib dan mengkonsultasikan pekerjaan rumah dengan kakak
pengajar atau biasa disebut tentor.
“Kak W, mau nanya tugas Kimia nih, please dikit kok. Sedang tidak buru-buru
pulang, kan?” tanyaku dengan wajah penuh harap.
“Iya, aku salat dulu ya. Kamu coba dulu aja
tugasnya”, katanya.
Kak W pun pergi mengambil air wudhu lalu salaat
magrib di ruang sebelah, tepatnya ruang kepala cabang. Aku pun masuk ke ruang
tentor yang tidak terlalu besar dan segera mencoba kembali beberapa nomor yang
sebelumnya telah aku lewati. Menghitung kembali di buku sembarang atau biasa
disebut buku coretan. Namun, aku tidak juga menemukan jawaban yang tepat dengan
pilihan yang sudah tertera.
“Ish, ini apaan sih! Dari tadi jawabannya tidak ada,
bukunya salah tuh!” Gerutku.
“Kak Z, mau tanya tugas dong. Saya penasaran banget
nih!” Kata seorang anak perempuan berkerudung dan berkacamata yang sedang
menghampiri kak Z, kakak yang biasa mengajar Fisika di kelasku sekaligus suami
dari kak W.
“Hmm.. pasti kak X tuh” pikirku.
“Riz, udahan belum? Ada tidak jawabannya?”, Tanya
kak W yang baru saja selesaai salat.
“Mmm, belum Kak. Susah, eh bukan susah deh. Bukunya
mungkin yang salah” kataku memenangkan diri.
“Coba lihat sini! Yah, ini mah gampang! Cari dulu
gramnya nanti pakai rumus yang ini”, kata kak W.
“Tadi sudah dicari gramnya, tapi salah pakai rumus
hehe”, kataku.
“Eh kak, itu kak X kan namanya?” tanyaku.
“Iya, kenapa? Pernah kenal?” Tanya kak W sambil
melihat buku Kimia.
“Baru tahu semenjak dia bolak-balik ke ruang tentor.
Hmm dia tertarik sama Fisika ya kak? Dia kalau nanya, malah jawab sendiri,
kalau tidak salah waktu menanyakan supernova? Hmm, lupa deh pokoknya semacam
itu atau tata surya?” ocehku sepanjang konsultasi tugas.
“Iya,dia itu suka banget sama Fisika”, jawabnya
singkat.
“Kenapa dia suka banget sama Fisika?”, tanyaku.
“Dia tertarik sama kak Z hahaha”, jawabnya meledek.
“Memangnya dari SMA apa,Kak?” tanyaku sambil
menghitung jumlah pH larutan.
“SMAN 4 Internasional”, jawab kak W dengan nada
menegaskan.
“Widii, ckckck keren hahaha. Eh, kak udah ketemu
nih. Kenaikan pHnya 4”, kataku dengan senang.
“Udah nih? Ini aja atau ada lagi?”, Tanya kak W.
“Udah kok ini aja hahaha. Sebentar kan? Hehehe”,
kataku sambil merapikan dan memasukkan buku ke dalam tas.
“Yaudah, kakak pulang ya!” seru kak W.
“Oke, terima kasih ya kak!” kataku.
“Jadi, pada saat rekasi fusi nuklir tidak terjadi
maka bintang tersebut dinyatakan padam”, kata kak X yang sejak tadi masih
mengkonsultasikan kejadian supernova yang minggu lalu sempat ditanyakan juga.
“Oke, terima kasih ya kak Z”, kata kak X lalu keluar
ruang tentor.
Aku masih duduk sambil membalas sejumlah pesan
singkat yang masuk.
“Oh iya, belum salat Magrib!”, kataku kaget.
Aku langsung mengambil air wudhu dan menuju mushola
di bawah dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Di sana aku bertemu kak X yang
sedang memakai mukena. Segera aku menemukan mukena yang pas dengan kepalaku.
“Hei kak, baru mau salat atau sudah selesai?”,
sapaku berbasa-basi.
“Baru mau salat kok”, kata kak X sambil tersenyum.
“Oh yaudah jamaah aja yuk?” ajakku.
“Tapi, kakak jadi imam ya?” kataku lagi.
Aku langsung mengambil posisi di sebelah kiri
sedangkan kak X di sebelah kananku. Kita berdiri dalam keadaan diam sangat lama
dan aku menunggu kata takbir dari kak X yang tak kunjung terdengar juga.
“Kok kak X tidak takbir ya?” pikirku heran.
“Kan harusnya kak X yang jadi imam, lalu kenapa aku
berdiri di sebelah kiri kak X? Berarti aku imam dong?” pikirku lagi.
“Atau aku saja yang memulai takbir? Tapi, bagaimana
kalau tiba-tiba kak X takbir? Jadi kacau dong?” pikirku semakin heran.
Akhirnya aku yang memulai walaupun sudah dua menit
lebih kami belum mengucapkan kata takbir. Aku melaksanakan salat dalam keadaan
bingung dan tidak khusyuk.
“Assalamualaikum warrahmatullah”, ucapku.
“Hahahhahahahahahahaha!!”, tawaku dan kak X.
Kami terus tertawa terbahak-bahak ingin menjelaskan,
namun tidak bisa. Kami berdua sama-sama mengerti apa yang telah terjadi.
Akhirnya, kami mengulangi salat Magrib kami dengan kak X sebagai imam.
Setelah selesai salat Magrib untuk kedua kalinya dan
berdoa sejenak, kami menjelaskan satu sama lain.
“Kak, kakak kenapa? Tadi tuh aku nunggu takbir dari
kakak”, kataku sambil tertawa dan melipat mukena.
“ahahahaha, kan tadi kamu bilang kakak imamnya ya?”
tanyanya sambil tertawa geli.
“Iya, maksud aku kak X jadi imamnya”, kataku menjelaskan.
“Aku kira kamu itu kakak tentor. Waktu kamu bilang,
‘kakak imamnya’, aku kira kamu yang mau jadi imamnya hahahaha. Kamu kelas
berapa sih?” Tanya kak X.
“Aku kelas 11 IPA kak. Memang kakak tidak pernah
melihat aku kalau lagi Tanya tugas?aku aja sering melihat kakak”, jawabku.
“Oh hahahaha ya ampun lucu banget sih hahahahaha!!”,
katanya yang sejak tadi tertawa tanpa henti.
“Hmm, kenalin aku YYY, kak”, kataku mengenalkan
sambil berjabat tangan.
“Kamu dari SMA mana?” tanyanya.
“Aku dari SMAN 55”, jawabku singkat.
Setelah tertawa puas dan sedikit berkenalan kami
langsung pulang karena jam telah menunjukkan pukul 19.00.
“Daaah kak X hahaha!”, seruku sambil melambaikan
tangan.
“Daaah!” balasnya.
Tak lama kemudian aku mengetahui ternyata kak X diterima
di Universitas Gajah Mada dan hal yang membuat aku terkejut yaitu ternyata kak X
adalah seorang anak dari bapak Lyang tak lain adalah guru bahasa Indonesia
di sekolahku.
--000000000000--