7 Des 2013

pendidikan interdisipliner


Dunia dengan jelas mengetahui bagaimana semsta berkembang akibat dari peran berkesinambungan antara -sains dan teknologi. Sebagaimana relasi antara teoritik yang dipadukan dengan sebuah ilmu praktis dalam pengaplikasiannya. Hal sebaliknya pula terjadi dalam pemahaman aplikasi dengan pemaknaan konsep ilmu tersebut. 
Sejalan dengan itu pula, merupakan sebuah apresiasi luar biasa bagi intelegensi manusia yang mampu merangkul kedua gagasan tersebut sehingga dapat mem-progress alam semesta dalam wujud sedemikian adanya kini.
Siapa yang mempedulikan pengamatan spectrum matahari, hingga terpikir kemudian dalam menciptakan gadget portable layar touch screen dalam kurun waktu kemudian? Atau pengataman perilaku benda langit dalam memahami lintasan temput terdekat bagi pesawat terbang mengarungi antar benua. JIka bukan karena saintis yang mampu mengelaborasi seluruh data dan gagasan yang ada, kemudian menciptakan sebuah konklusi yang berfaedah bagi khalayak umum?
Seorang saintis ada, bukan akrena tuntutan mengerjakan soal-jawab. Permasalahan yang diajukan dalam selembar ujian tertulis, tidak dibuat untuk diselesaikan demi menuntaskan standar SKS dan lulus dengan predikat cum laude. ‘soal’, ada sebagai representasi dari permasalahan kecil mengenai prola perilaku alam semesta, yang notabennya bersifat general. Sehingga, adalah sebuah kenisbian untuk setiap individu, -bahkan bukan hanya saintis –dalam memahami konsep interdisipliner.
Pendidikan interdisipliner merupakan pendidikan holistic yang dapat –merangkul sekumpulan ranah pendidikan yang berbeda, dalam sebuah topik diskusi menarik dan mengkaryakan dalam kondisi kontemporer. Penulis mengamati dalam prosesnya, pendidikan ini tidak didapat dari sebuah standar kurikulum semata –yang bagaimanapun jika dipaksa terbentuk dalam sebuah system, agaknya cukup mencenangkan. Melainkan dari sebuah forum diskusi dari sekelompok cendekiawan dengan ranah mereka masing-masing. Dalam perspektif berbeda, serta pengetahuan dan karakter (keunikan) mereka masing0masing. Jauh berkualitasjika forum tersebut terdiri dari kamu intelektual dalam bidangnya, dalam hal ini adalah : mahasiswa.
Forum inilah yang selayaknya dituntut sebagai promoter pengasah pemikiran kritis mahasiswa. Sehingga ranah eksakta tidak hanya mencetak mesin penjawab rumus semata, namun pemikir ulung dalam kontribusinya pada masyarakat, lebih-lebih bertanggung jawab akan ilmu yang diembannya dan totalitas dalam pengabdiannya. 

6 Jun 2013

satu mimpi.

Baik.
Mari kita awali elaborasi ini dengan satu kata. Saya harap tetap konsisten hingga di akhir kisah : "saya sepenuhnya baik-baik saja,"


Anggaplah, saya punya sebuah kisah untuk diceritakan. Tentang seorang pribadi pemimpi, yang orang-orang yakini dia memiliki visi yang -bisa saja ditertawakan oleh kaum realistis, maupun dipuja oleh golongan idealis.

"Visioner", begitulah karakternya. Mari kita sebut pribadi ini sebagai si "A". Individu yang mau membangun kisahnya dari kaki hingga ubun, menata sedemikan rupa tujuannya, dan merajut makna penting dari karakter sebagai refleksi sikap.

Gila visi? Bisa dikatakan iya. Jika harus dituntut pada proses perealisasian tujuan, ia amat giat berkreasi. Namun, saat ia menggabungkan proses itu, kini harus ditantang untuk memilih di antaranya. Ya, antara menuntut konsistensi yang pasti, atau mengabaikan duniawi sambil menikmati hasil dari pelihnya berinovasi?

Maka, boleh kusebut makna 'dewasa' adalah orang yang bisa berpikiran bijak. Waras dalam mengambil keputusan rasional antara intuisi sesaat dengan kondisi kali ini. Sudutkanlah A dalam kondisi seburuk apapun! Tantang dia, mari kita lihat keputusan dia selanjutnya.

Sambil merengut, saya yakinkan diri saya sambil berkata, "hidupmu masih panjang untuk merajut kembali bagian dari mimpimu,"
Kali ini, pikiran waras memang harus bertindak.Mengulum senyum, sontak kujawab, "terima kasih" dan berlalu pergi.

4 Jun 2013

Indahnya Ukhuwah Islamiyah

Qur'an digital.PNG
"maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kau dustakan?"

Setelah beberapa hari sempat dengan emosi fluktuatif, sekarang saya sudah mencoba berpikiran lebih objektif menanggapi berbagai persoalan.

Dalam beberapa minggu ini cukup menjadi satu momen paling complicated. Setelah pasang surut dalam memaknai prinsip -hidup maupun keyakinan (menyikapi kondisi belakangan ini di lingkungan sekitarku), kemudian musibah yang terjadi dalam keluarga besarku. Sesungguhnya, saya hendak menceritakan hal ini.

Jika saya mengawali elaborasi cerita ini dengan ucapan alhamdulillah, bukan berarti saya mensyukuri bagaimana musibah ini terjadi. Namun, di sisi positif pun akhirnya saya bisa menemukan dan memaknai indahnya ukhuwah islamiyah.

23 Mei 2013

sooner or later

well, seems like i just know the exact meaning of my favorite song.

Once, i do remember the first time i know this one, during my first holiday (definitely as the freshgraduate one), trying to finish my 1st essay *remember this hard moment* then feels attractive all at once for this song.   Big applause for Mat Kearney :)


Sooner or later -Mat Kearney

21 Apr 2013

tetap belajar

"anak muda boleh saja berpikir segila mungkin, selama mereka tidak berhenti belajar. Mereka yang berkoar anarkis, adalah mereka yang berhenti belajar karena merasa sudah pintar"

kalimat ini dikutip dari pernyataan KH Achmad Musthofa Bisri, atau yang diakrab Gus Mus. Sekilas, aku melihat sosok bersahaja beliau yang banyak hal unik bisa saya pelajari dari sini.

Setelah cukup lelah terjebak dalam keombang-ambingan masa labil remaja, aku mencoba untuk melihat dunia dari perspektif yang lebih luas, dan ya! saya menemukan sosok unik yang 'berkarakter'. Tergugah hati saya menonton tayangan ulang kick andy -padahal sudah lama sekali- tentang sosok Gus Mus ini. Beliau juga orang NU, sahabat Abdurrahman Wahid ketika di Kairo dulu, dan 'berkarakter' dengan (pandangan saya) menjalani hidup sedemikian rupa -santai dalam persepektif beliau. Riwayat hidup yang cukup kacau, diterima di al-azhar kairo secara (beliau sendiri berkata) 'iseng nulis aplikasi dan menjawab beberapa pertanyaan, lalu diterima' -saya juga cukup enggan menerima fakta seperti itu.

Saya melihat banyak pula sosok yang bisa menjalani hidup sedemikian adanya dengan bersahaja, namun tetap sukses pada prinsip yang selama ini mereka anut. Mereka memiliki apa yang disebut orang sebagai 'rendah hati', 'tidak pamer', namun tetap konsisten pada 'hobi' yang digeluti. Pencapaian? ikuti saja kata hati.

Setelah mengalami 'pencerahan wawasan pengetahuan kepenulisan' dari mba Iyas (beliau sudah cukup expert di bidang kepenulisan, atau lebih tepatnya beliau dan suaminya) ini, aku mencoba berpikir ulang mereset paradigma yang selama ini kubangun. Iya, aku sadar ada satu pencapaian yang bagaimanapun tak boleh dilupakan 4 tahun ke depan), namun harus ada yang diimbangi oleh konsistensi tersebut.

Toh, dunia tidak sempit. masih banyak kok yang bisa kita jadikan motivator, tetap dalam konteks untuk memotivasi diri sendiri. Aku belajar banyak dari temanku, Fitri Hasanah Amhar, "may, kita pokoknya HARUS jadi orang hebat", atau Annisa Mutiara Maharani, "inget janji kita ya, untuk ketemu s2 di MIT"

Dan bagaimanapun juga, aku sudah menghitung kegagalanku untuk 2 semester ini (sejauh ini). Kegagalan yang cukup banyak untuk menjadikan ini pengalaman berharga untuk belajar. Tiba-tiba saja teringat mapres UGM, kak Faelasufa, kegagalan 7 kali, keberhasilan 8 kali. Aku bahkan ragu, kegagalnku lebih banyak daripada beliau.

Bagaimanapun, hidup itu tetap harus dijalani dengan tenang. Setenang kita mengetahui hobi kita, dan bergelut di situ. Karena remaja boleh berpikiran hal tergila, aku juga sedang menunggu pengumuman (yang seharusnya malam ini) tapi belum ada respon. -kembali ke konteks- karena boleh berpikiran hal tergila, aku mencoba mencari2 cara dimana saya bisa mencari tahu sendiri eksistensi saya harus diletakkan dimana, juga lingkungan yang saya bangun harus seperti apa, dengan karakter apa adanya -tak perlu memaksa jadi orang yang saya kagumi-.

berpikir segila mungkin, ya... *mulai berpikir yang aneh2
-closing-

1 Mar 2013

"idealisme"

sejujurnya, aku sudah -cukup- capek terjebak dalam idealisme mahasiswa. Entahlah. Semangat berkoar tentang kebangkita bangsa? Dunia yang selama ini kutempuh menyuguhkan berbagai realita soal keadaan polemik. Apalagi mengingat lingkungan yang kubangun selalu berisi orang-orang realistis, yang saking realistisnya, selalu merendahkan mimpi besar idealisme orang lain, "udah lah lo jangan mimpi ketinggian. paling nggak buat hidup lo berguna buat diri sendiri, gak perlu mikirin orang lain." barangkali begitu seruannya.

Ah, ya. Waktu itu aku ingat. Masa SMA aku mulai bertemu dengan orang-orang hebat. Luar biasa menginspirasi, dan dia adalah salah satu teman dekatku. Dia nggak berpikiran idealis, memang. Tapi paradigma yang ia bangun selalu berusaha melakukan hal absurd menjadi lazim dengan semangat luar biasa. Dia -yang sekarang berkuliah di Turki itu yang memprovokasi, anak-anak sekelas untuk berkontribusi.

Aku cuma nggak habis pikir, bagaimana kehidupan orang yang selama ini realistis dalam pandangan sumir, tiba-tiba menginisiasikan gerakan kontribusi. Aku ingat betul esensi kami berempat saat pertama kali nongkrong, bukan mendiskusikan persoalan remeh, namun bagaimana prospek kita ke depan dalam menciptakan ke-'absurd'an lainnya. Sungguh, pengalaman luar biasa saat itu, dan mulai dari situ, aku bisa melihat bagaimana lingkungan memberikan respek pada mereka  yang -memang- respek terhadap mereka, bagaimana respon kepada sistem yang berusaha menciptakan perubahan ke arah baik. Tidak ada lagi jurang antara orang 'realistis' atau 'idealis'. mereka semua terbuka matanya, sadar, show must go on.

Sayangnya, kami berempat sudah berpisah. Aku -sungguh- berharap ini bukan sekadar retorika atau gelora kontribusi sesaat. Entah, nyata atau tidak, aku tetap menganggap itu adalah pengalaman terbaik dalam hidupku dalam proses -menuju dewasa.

Dedikasiku : Annisa Mutiara Maharani ; Ria Arni Fajriah ; Qoriatul Azizah.

Islam