7 Jul 2014

setiap orang punya kapasitas masing-masing




Orang jahat itu tercipta karena adanya orang baik. Orang zalim itu berkuasa karena ada yang kita sebut orang adil. Orang licik itu berkapasitas karena ada cendekia berintelektual yang kompeten. Mereka tercipta sebagai sebuah konsekuensi logis dari kultur yang terbentuk dalam masyarakat. Ini hanya masalah istilah dan konotasi, tempat kita menyebut Atas dan Bawah.

Bukan hanya kesalahan orang zalim jika mereka hidup dan turut serta dalam menyumbangkan kontribusi kelaliman kepemimpinannya pada semesta. Bukan hanya kesalahan pencopet jika suatu kondisi ia mencuri dompet seseorang, padahal kondisinya masih berkecukupan. Karena mereka mengimitasi latar belakang tempatnya dilahirkan. Yang berbeda adalah pemahamannya tentang baik itu berbeda dari perspektif umum. Sumir sekali jika kita hanya memandang dalam satu perspektif.

Izinkan pemikiran dangkal saya berkesimpulan bahwa bukan hanya kesalahan mereka yang salah dalam anggapan umum.

Yang salah juga ada pada si orang baik yang mengaku diri baik. Mengkalamasikan kebaikan dirinya meski hanya dalam hati. Melihat dengan jelas adanya kelaliman tapi tidak memerah mukanya. Mengaku sebagai seorang alim namun tidak tergerak hatinya saat melihat diskriminasi di lingkungan sekitar. Menganggap diri seorang sufi, namun menzalimi diri sendiri dalam membagi waktu beribadah dengan ihwal dunia.

Setiap orang punya kapasitasnya masing-masing, tak perlu diaklamasikan supaya semesta tahu peranmu.

Setiap orang punya kapasitasnya masing-masing, jangan bersolek dalam membuntuti orang lain supaya ikut menyempurnakan niat dan aspek dzahir perbuatanmu.

Setiap orang punya kapasitasnya masing-masing, cukup interaksi antara kau dan Yang Maha Kuasa yang tahu.

Setiap orang punya kapasitasnya masing-masing, tak perlu terusik jika orang lain berkata apa padamu. Toh, Yang Maha Esa lebih tahu kebutuhan dan keperluanmu,

karena setiap orang punya kapasitasnya masing-masing...

Yogyakarta, 26 Juni 2014

4 Jul 2014

Dorman




Saya sedang dorman.Dipaksa menjadi manusia yang tidak produktif.

Tanpa sadar, ada beberapa kenangan masa kecil saat saya punya berjuta waktu nganggur untuk bermain dengan tokoh khayalan, atau alat-alat rumah tangga. Sayangnya, waktu itu umur saya 4 tahun. Keluarga saya belum punya laptop. Komputer pun juga belum. Motor hanya ada satu, vespa biru tua kebanggaan ayahku sang guru teladan.

Saya sedang dorman. Dipaksa menjadi manusia konsumtif.

Namun saya tidak suka diam terbujur kaku. Kalau memang tidak bisa melakukan apa-apa, tegarkan suaramu supaya orang lain tidak merasa bersalah saat meninggalkanmu. Tersenyum saja dan bersikap baik.

Saya sedang dorman. Namun saya punya serangkaian agenda.

Ini hanya masalah permainan waktu kecil. Memainkan sakelar lampu sambil berusaha menyeimbangkan antara tombol nyala dan hidup. Ada dua lagi seharusnya yang menjadi sahabat setiaku. Kulkas dan pintu kamar. Saya akan bersuka cita untuk membuka-tutup pintu kulkas hanya untuk melihat lampu kulkasnya perlahan mati dan nyala. Atau memainkan knop pintu hanya untuk melihat knopnya masuk dan keluar secara perlahan. Tapi sayang, kulkas di sini tidak ada lampunya dan kamar saya tidak ada knopnya. Sakelar menjadi tempat favorit saya sekarang. Dan laptop saya yang semoga terjaga kebermanfaatannya.

Masa kecil saya itu bisa mendapatkan kebahagiaan secara sederhana, ya. Nggak muluk-muluk minta dibelikan gadget. Boros. Mahal. Dan menyiksa mata.


Saya sedang dorman. Namun saya masih punya kawan sejati, sakelar lampu yang setia menemaniku. Dan al-Qur’an yang semoga saya bisa konsisten mengirimkan paket-paket pahala kepada yang tercinta J


Islam