6 Feb 2015

pondok matahari (1)


7 tahun

 Gadis itu duduk di salah satu rest area di stasiun kota Yogyakarta. Seseorang telah menahannya untuk terjebak di tempat tersebut nyaris setengah jam. Sambil mengawasi orang-orang yang berlalu lalang, ia mengamati dengan seksama kalau-kalau orang yang ditunggunya muncul. Sesekali menggeser screen handphone touchscreennya, menshuffle list lagu yang terhubung pada earphone yang terpasang di telinganya hanya untuk membunuh waktu.
Hingga di menit selanjutnya, dorongan ketidaksabarannya membuatnya mulai merapihkan isi tas, mengangkat ranselnya. Hingga dari kejauhan, seseorang memanggil namanya setengah berteriak, “Aya!”
Aya melihat gadis paruh baya itu menghampirinya setengah berlari. Menarik koper sambil menggenggam handphone. Gayanya kasual dengan rok jeans dan jaket merah. Kerudungnya terbalut rapi dengan membungkus wajah putihnya. Satu hal yang mencolok dari dirinya, paras cantik dari wajah blasteran arab.
Ketika mereka sudah berjarak beberapa jengkal, Aya beringsut berwajah masam, sambil melipat tangan, mengeluh, “Aku bertanya-tanya jika kau sudah hilang dari peradaban,”
Tanpa banyak kata, gadis blasteran arab itu langsung memeluknya dengan erat, “aku merindukanmu,” bisiknya.
“Selamat datang kembali, Rehaf,..” timpal Aya.
Untuk beberapa detik kemudian, mereka memberikan ruang untuk menumpahkan rasa rindunya pada 7 tahun lamanya tidak bertemu. Kawan dekat itu terpisah 300.000 kilometer jauhnya oleh 2 benua.
Berusaha mengenyampingkan rasa malunya ketika mereka menjadi point of view di keramaian stasiun, Aya melepas pelukannya sambil menepuk-nepuk pundak Rehaf. Mengajak duduk di kursi sambil merapihkan barang bawaannya.
Diamatinya koper dan jaket yang diikat melingkar di pinggang Rehaf. “Kau baru saja turun dari bandara, dan ke stasiun?” tanyanya menebak.
Perempuan blasteran arab itu mengangkat pundaknya ringan. Matanya menyipit seiring senyum  di bibir tipisnya yang merekah. Sambil memegang pundak temannya yang lelah menunggu, Rehaf memilih mengajak Aya duduk di obrolan pagi hari ini. “Ayo, kutraktir kau es teh,” ujarnya. Ia terlalu lelah untuk berlari di lobi bandara maupun stasiun.
Mereka sesungguhnya adalah rekan sejawat masa remaja. 7 tahun lalu, ya. Meskipun  dulu mereka berbeda kelas, namun mereka diakrabkan oleh sebuah komunitas kepedulian sosial yang mereka bangun.
Selang setelah kelulusnya dari SMA, mereka mengambil jalannya masing-masing. Rehaf melanjutkan studinya ke Kairo, Mesir untuk mempelajari tafsir qur’an. Sementara Aya mengejar cita-citanya menjadi seorang penulis, dan belajar Sastra di salah satu universitas di Yogyakarta.
Dia tahu, Aya sama sekali belum berubah, bahkan hingga saat terakhir mereka bertemu. Satu hal yang ia yakini adalah, kemampuan luar biasa temannya untuk mendapatkan informasi. Hingga jadwal tibanya di Indonesia yang –bahkan –hanya ibunya yang tahu.
                “kau telfon ibuku?”
                “kau tahu? Selama kau pergi, aku sibuk mencitrakan diriku di depan orang tuamu,” ia nyengir mantap sambil menyibukkan diri menyeruput es tehnya.
                “memangnya kau mau melamarku?” candanya. “tidak,.. tidak. Kau sungguh menelfon orang tuaku?”
                “aku memang selalu datang ke rumahmu setiap kali kesempatan kembali ke Jakarta. Liburan kemarin, -tepat saat aku berencana mempersiapkan otakku sebelum membuat tesis –aku kembali ke jakarta dan berkunjung ke rumahmu. Tepatnya Juli, eh?”
                “kau sudah mengambil program pascasarjana?” Rehaf kali ini tersenyum sumringah. Hendak kembali memeluk temannya sebagai ucapan selamat, sebelum akhirnya Aya mencondongkan badannya ke belakang sebagai tanda keengganannya.
                Sambil menghela nafas, seolah pertanyaan itu adalah retorika absurd yang tidak mampu diterangkan secara kausalitas, ia menjawab, “Tepatnya sedang. Kau bahkan tak tahu kapan kelulusan sarjanaku.. Apakah orang yang kuliah negeri di luar, cenderung apatis masalah dalam negeri?” sambil berguyon. 
                Rehaf mengerjapkan mata, merengut seolah meminta maaaf pada temannya. “jika bukan karena aku ditahan oleh supervisorku, aku bisa pulang lebih cepat dari seharusnya.”
Ia tahu betul, tak satupun sikap dari temannya yang berubah. Selain daripada penampilannya dan gaya bicaranya yang mulai santun. Namun, bicara masalah topik candaan mereka masih sama saja. Ini membuatnya bersikap lebih nyaman, sama seperti dulu. Nyaris merasa tak ada yang perlu disembunyikan sejak terakhir kali pengalaman mereka bertemu di bandara, 7 tahun lalu.
“Ayo kita serius kali ini,” ujar Aya menyadarkan dengan tujuan awalnya. “Katakan, apa yang akan kau lakukan setelah ini?”
                “Tidak ada. Tidak ada yang akan kulakukan,” Aya mengangkat alis. Rehaf melanjutkan, “Aku hanya berpikir, kupikir dengan kehadiranku, akan menjadi alasan bagus untuk berkumpulnya kita kembali. Kita semua,” senyumnya santai.
                “Aku rindu Pondok Matahari,...” Rehaf tersenyum. “Aku rindu mereka, Ay,...” ucapnya.
#

2 Feb 2015

#3 Ushul Fiqih -Dalil yang Disepakati

#3 USHUL FIQIH –DALIL YANG DISEPAKATI
Jakarta, 21/01/2015. Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur. Materi keempat belas. Daurah Fiqh Dar Ash Shalihat. Ust. Isnan Anshory [Rumah Fiqh Indonesia].


DALIL 1 –al Quran
Al Quran adalah sebuah kitab yang cakupannya sangat luas –laut yang tak ada tepian pantainya. Siapapun dapat mengambil berbagai macam hal dalam al quran, bahkan para saintis sekalipun menggunakan al quran dalm eksperimennya. Sehingga jika belajar al quran sebagai ogjek kushul fiqh, tujuannya untuk memproduksi hukum dalam al quran. Karena al quran bicara akhlak, aqidah, dan berbagai macam hal. Sehingga ilmu ushul fiqh sesungguhnya mengambil 1/3 hal dari cakupan memproduksi hukum dalam al quran. Bukan akhlak yang dibahas di tasawwuf, dan lainnya.

#2 Ushul Fiqih -Sumber Dalil

#2 USHUL FIQIH
Jakarta, 20/01/2015. Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur.Materi kesepuluh. Daurah Fiqh Dar Ash Shalihat. Ust. Isnan Anshory [Rumah Fiqh Indonesia].


Dalil secara etimologis –bahasa berarti (menunjukkan). Dasar. Sumber dari hukum fiqh yang masuk dalam wilayah agama Islam. Dalam sebuah hadist rasul bersabda “barang siapa yang memberikan petunjuk atau menunjukkan seseorang untuk berbuat kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukan pahala tersebut,”
Ulama bahasa mendefinisikannya “seseorang yang memberikan petunjuk kepada sesuatu yang ia tunjuk.” Secara terminologis –istilah ulama ushul fiqh  berkata, “ apa apa yang memungkinkan mencapai suatu hukum khabari berdasarkan analisa yang argumentatif dan benar”

Khabari?

Dalam ilmu balaghah terdapat istilah irsyai dan khabari. Ketika dikatakan waaqimusshalat adalah irsya’i –adalah yang maknanya sudah fiks seperti kata perintah, kata larangan. Karena perintah, jadi sudah jelas. Tidak mengindikasikan kata tersebut benar atau salahnya. Namun, jika khabarinya adalah menyatakan bahwa shalat itu wajib. Sehingga, statement yang masih perlu menguji apakah ada unsur kedustaan atau tidak.
Sehingga, dalil adalah perkataan, bahwa berdasarkan ayat ini, shalat hukumnya ‘wajib’. Sehingga, didefinisan apa yang ingin dituju oleh orang yang menggunakan dalil.

#1 Ushul FIQIH

#1 USHUL FIQIH
Jakarta, 19/01/2015. Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur.Materi keempat. Daurah Fiqh Dar Ash Shalihat. Ust. Isnan Anshory [Rumah Fiqh Indonesia].



MUQADDIMAH USHUL FIQIH
Nabi Muhammad SAW dalam HR Muslim. Man yuridillahu bihi khairan. Jika Allah menargetkan kebaikan pada seseorang, Allah akan memberikan kesempatan baginya untuk belajar perihal urusan agamanya.

Disejajarkan Fiqih dengan yurisprudensi (landasan UU). Bahwa ilmu adalah sebuah keilmuwan, baik terkait masalah agama dan non agama. Kedua, pada dasarnya ilmu umum itu bersumber dari al quran dan sunnah, sehingga dikatakan ulama bahwa ilmu adalah cara untuk mengakui keagungan al Quran. Kaligrafi sendiri, sebenarnya rujukannya adalah al quran.

Dalam al quran, ada tulisan ilmu rasm, (ilmu menulis teks al quran), dimana ilmunya diciptakan setelah mempelajari al quran.

Sehingga, ilmu apapun yang dipelajari, pada dasarnya adalah mempelajari wahyu Allah yang diturunkan oleh Rasulullah SAW. Sehingga jika diberi kesempatan untuk mempelajari, adalah bentuk pengabdian bagi Allah SWT.
Meskipun setelah itu, ada skala prioritas. Tidak semua orang kemudian mempelajari ilmu agama, pun tidak semua orang belajar ilmu duniawi.

#5 Bibliografi FIQIH -Nisa

#5 BIBLIOGRAFI FIQIH NISA
Jakarta, 24/01/2015. Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur. Materi kedua puluh tiga. Daurah Fiqh Dar Ash Shalihat. Ust. Sutomo [Rumah Fiqh Indonesia].



KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM
Kalau saja mempelajari maqashid asy syari’ah, hikmahnya, maka akan menyadari bahwa betapa adilnya syariat Allah.

Misal 1. al waris –wanita mendapat setengah dari bagian laki laki. Jika ada seorang yang meninggal punya anak laki2 dan perempuan. Maka, anak yang laki2 akan mendapat dua kali lebih banyak daripada yang perempuan. Ini merupakan syariat yang ditetapkan oleh Allah bukan tanpa sebab dan tanpa hikmah.

Hal ini disebabkan karena laki2 a/ pihak yang di dalam Islam diwajibkan syariat untuk memberikan nafkah. Sedangkan perempuan, adalah pihak dalam Islam wajib diberikan nafkah. Walhasil, harta laki2 akan memberikan nafkah pula pada sang istri. Maka jiak seorang perempuan yan gkaya, adalah berhak jika harta itu punya dirinya, dan suami tidak punya hak untuk mengusik harta tersebut. Pun denga laki2, berhak unuk memenuhi hak hak istri dan anak atas dirinya.
Ini adalah konsekuensi dari hidup berkeluarga. Yakni memisahkan hak atas harta istri dan suami. Semisal dalam dkasus perceraian, bahwa suami akan memback up harta tertentu, pun dengan istri. Sehingga, tidak ada perselisihan ketika status barangnya jelas.

Hal ini akan lebih diperkuat jika diberikan sebuah hadiah –yang statusnya pemindahan tangan statu kepemilikan barang. Jika memang akan diberikan mobil, memberikan nama juga status kepemilikan atas nama istri. Supaya tidak ada persengketaan apapun.

Wanita sangat luar biasa posisinya dalam Islam. Hartanya tidak bisa diganggu gugat kepada siapapun, kecuali atas kerelaan atas dirinya siapapun yang dia kehendaki.

Misal 2. kesaksian. –terjadi pembunuhan di suatu pembunuhan, sendirian. Rasa takut yang dihinggapi wanita, lebih berbahaya dalam mengganggu psikologisnya daipada laki laki.

#3&4 Bibliografi FIQIH

#3&4 BIBLIOGRAFI FIQIH

Jakarta, 23/01/2015. Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur.Materi kesembilan belas. Daurah Fiqh Dar Ash Shalihat. Ust. Sutomo [Rumah Fiqh Indonesia].


Dalam penulisan kitab, ada 3 istilah;
                            1.       Matan –tulisan
                            2.       Syarah –Penjabaran yang ditulis 
                            3.       Hasyyah –saat ulama yang membaca kitab dan syarah, terkadang, sesuatu yang dalam matan                                                  belum dijelaskan secara lengkap di syarah.
                           4.       Taqrir –Kritikan pada matan ataupun syarah. Terletak di pinggirnya hasyyah.

#2 Bibliografi FIQIH

#2BIBLIOGRAFI FIQIH
Jakarta, 20/01/2015. Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur.Materi kesembilan. Daurah Fiqh Dar Ash Shalihat. Ust. Sutomo [Rumah Fiqh Indonesia].



SEJARAH FIQIH
Sebelum masa Rasulullah, kata ‘fiqih’ sudah digunakan sejak dahulu sebagai sebuah ‘kata’ yang dipergunakan orang2 Jahiliyah. Namun, memiliki perbedaan makna ketika turunnya al Quran.

Adapun, pengerucutan makna ‘fiqh’ yang terjadi, mengalami 3 fase perkembangan, yakni;

a.       Pra islam
kata ‘fiqih’ –secara bahasa bermakna sama dengan al fahmu. Mengerti. Memahami.

b.       Zaman rasul dan sahabat
Allah memasukan kata fiqih dalam beberapa ayat.

Misal 1. Doa yang diajarkan kepada nabi Musa "yafqohu qouli"
Yafqohu berasal dari bentuk dasar yang sama dengan fiqih.

Misal 2. "la'alahum yafqohun"..."liyatafaqohu fiddiin"
agar mempelajari sejara mendalam ilmu agama. Fiqih untuk menyebut semua disiplin ilmu. Belum spesifik, namun global, memahami ilmu agama secara keseluruhan.

Misal 3. Rasulullah pernah mendoakan Ibn Abbas –seorang tokoh fuqoha di kalangan sahabat. Ibn Abbas masuk islam sejak kecil, saat itu Rasulullah mendoakan " Allohumma faqihu fiddiin wa 'alimhu takwil..."
faqihu artinya pemahaman. Ibnu abbas terkenal sebagai turjumaanul qur'an. Adapun, turjuman di sini juga menjelaskan maksud yang mendalam –dalam al Quran. Pada saat kecil, ibnu Abbas pernah dibawa Umar bin Khattab ke tempat ulama senior. Lalu para ulama yang ada di sana bertanya, "untuk apa anak kecil dibawa ke sini?". Umar menjawab dengan surat an nashr. Ditanya para ulama senior tafsir dari surat an nashr. Mayoritas ulama senior menjawab hal yang sama, soal kemenangan Islam. Namun, saat ditanya pada Ibn Abbas, beliau menjawab pada hal yang berbeda. Bahwa makna surat an nashr bermakna akan wafatnya nabi. Karena kemenangan Islam sudah dikumandangkan, oleh karena itu, tugas kenabian telah usai, dan sudah di penghujung hal tersebut. Itu artinya, pemberitaan bahwa akan wafatnya Rasulullah.
Makna kata fiqih dalam doa Rasulullah untuk ibnu abbas adalah faqih dalam segala ilmu dalam agama. Jadi tidak hanya ilmu fiqih, namun seluruhnya.

Misal 4. "Panjangnya shalatnya seseorang dan pendeknya khutbah adalah salah satu tanda dari kedalaman ilmu seseorang." (HR. Bukhari) -faqih

Misal 5. "Semoga Allah akan mencerahkan wajahnya seseorang yang mendengarkan haditsku kemudian dia sampaikan hadits ini sebagaimana dia dengarkan. Berapa banyak orang yang mendengarkan secara langsung namun tidak sepaham yang tidak mendengar langsung."
Dari hadits tersebut diketahui bahwa banyak orang yang mendengar langsung hadits dari Rasul akan tetapi mungkin orang yang mendengar tidak langsung lebih paham darioada yang mendengar langsung.

c.        Masa kodifikasi ilmu islam
Fiqih sekarang: kumpulan hukum syar'i, ‘amali yang digali dari dalil-dalil yang tafsiri –terperinci.
Misal 1. Shalat itu wajib –hasil kesimpulan hukum fiqih. Prosesnya disebut ijtihad. Dan proses memahami al Quran dan as Sunnah adalah wilayah para mujtahid. Wilayah kita adalah fatwa para ulama. Jadi kita bukan secara langsung hukum setiap aktivitas namun kita kembali kepada kajian ulama yang matang yang di dalamnya sudah ada informasi. Jadi kalau kita cari sendiri di dalam al quran dan sunnah maka tidak bisa kecuali memang punya kapasitas. Yang kita dapati saat ini adalah hasil dari para mujtahid, ulama. Kita mengaplikasikan berdasar pemahaman para ulama, bukan hanya pemahaman kita. Sebab kita tidak bisa langsung sampai pada alquran dan sunnah, butuh jembatan.

#1 BIBLIOGRAFI FIQIH

#1BIBLIOGRAFI FIQIH
Jakarta, 18/01/2015. Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur. Materi pertama. Daurah Fiqh Dar Ash Shalihat. Ust. Sutomo [Rumah Fiqh Indonesia].


MUQADDIMAH BIBLIOGRAFI FIQIH
Untuk menambah bekal kajian kita ke akhirat, kesempatan apapun harus disyukuri sehingga, hanya kesempatan inilah dimana kita bisa menghapus dosa, dan memperbanyak pahala untuk menjadi bekal. Karena tugas manusia jika diringkas ada dua, yakni ; pertama, mengumpulkan sebanyak apapun pahala selama di dunia, dan yang kedua, yakni mengurangi sebanyak apapun dosa yang kita lakukan. Ketika itu dilakukan, insya Allah, bagi akhirat kita telah memiliki bekal dan beban kita akan semakin berkurang akan dosa2 yang pernah kita lakukan.

Salah satu cara untuk mendapatkan bekal tersebut adalah dengan menuntut ilmu. Dan dalam islam, ilmu adalah suatu wasilah yang dengannya ibadah kita bisa dikatakan sah atau tidak. Dengan ilmu kita bisa tahu ibadah kita secara hukum dapat dikatakan diterima atau tidak. Karena syarat diterimanya ibadah kita oleh Allah SWT, para ulama merumuskannya ada dua; pertama adalah keikhlasan saat beribadah, dan saya rasa saat membahas ini, para ulama tidak mengalami ikhtilaf akan hal ini. Kemudian yang kedua adalah, ibadah harus dilakukan dengan metode yang sudah dirumuskan oleh Allah SWT dan RasulNya, baik yang tertuang dalam al Quran ataupun As SUnnah.  Saat kedua cara ini dipenuhi sesuai dengan prosedur yang ditentukan, maka, insya Allah, Allah tidak akan mengingkari janjiNya.
Ketika membahas keikhlasan, hampir2 tidak ada perbedaan pendapat akan hal ini. Tetapi jika kita membahas kesesuaian ibadah kita akan prosedur yang sudah disusun sedemikian rupa oleh Rasulullah SAW, maka, dalam pembahasan kedua ini, para ulama panjang lebar berbeda pendapat. Dan inilah yang menjadi wilayah yang kita sebut sebagai FIQH.

Sering kali kita mendengar para ulama berpendapat, syarat diterimanya amalan adalah ikhlas dan ittiba’. Tapi saat membahas ittiba’ dari al hadist, mungkin hal ini harus dipertanyakan, sebab pemahaman kita tentang hadist, barangkali berbeda dengan apa yang dikehendaki oleh Rasulullah SAW.
Pembahasan kita ke depan adalah tentang “Bibliografi FIQH.
***

Islam