setiap orang punya kapasitas masing-masing
Orang jahat itu
tercipta karena adanya orang baik. Orang zalim itu berkuasa karena ada yang
kita sebut orang adil. Orang licik itu berkapasitas karena ada cendekia
berintelektual yang kompeten. Mereka tercipta sebagai sebuah konsekuensi logis
dari kultur yang terbentuk dalam masyarakat. Ini hanya masalah istilah dan
konotasi, tempat kita menyebut Atas dan Bawah.
Bukan hanya kesalahan
orang zalim jika mereka hidup dan turut serta dalam menyumbangkan kontribusi kelaliman
kepemimpinannya pada semesta. Bukan hanya kesalahan pencopet jika suatu
kondisi ia mencuri dompet seseorang, padahal kondisinya masih berkecukupan.
Karena mereka mengimitasi latar belakang tempatnya dilahirkan. Yang berbeda
adalah pemahamannya tentang baik itu berbeda dari perspektif umum. Sumir
sekali jika kita hanya memandang dalam satu perspektif.
Izinkan pemikiran dangkal saya berkesimpulan bahwa bukan hanya kesalahan mereka yang salah dalam anggapan umum.
Yang salah juga
ada pada si orang baik yang mengaku diri baik. Mengkalamasikan kebaikan
dirinya meski hanya dalam hati. Melihat dengan jelas adanya kelaliman tapi
tidak memerah mukanya. Mengaku sebagai seorang alim namun tidak tergerak
hatinya saat melihat diskriminasi di lingkungan sekitar. Menganggap diri
seorang sufi, namun menzalimi diri sendiri dalam membagi waktu beribadah dengan
ihwal dunia.
Setiap orang punya kapasitasnya masing-masing, tak perlu diaklamasikan
supaya semesta tahu peranmu.
Setiap orang punya kapasitasnya masing-masing, jangan bersolek dalam
membuntuti orang lain supaya ikut menyempurnakan niat dan aspek dzahir perbuatanmu.
Setiap orang punya kapasitasnya masing-masing, cukup interaksi antara
kau dan Yang Maha Kuasa yang tahu.
Setiap orang punya kapasitasnya
masing-masing, tak perlu terusik jika orang lain berkata apa padamu. Toh, Yang
Maha Esa lebih tahu kebutuhan dan keperluanmu,
karena setiap orang punya kapasitasnya masing-masing...
Yogyakarta,
26 Juni 2014