#catatan Setengah Tahun
Ada sebuah perspektif baru yang
orang coba bangun, begitu kali pertama mendengar sebuah amanah. Apa itu amanah?
Awalnya saya juga rancu dalam mendefinisikannya.
Kita boleh saja membangun sebuah
dinasti baru dengan paradigma dan gaya khas kita dalam mengatur sebuah kultur
tertentu dalam sistem. Boleh saja kita membawa sebuah peradaban sesuai dengan
pemikiran dan gagasan cemerlang kita. Namun, sebrilian apapun ide kita, tidak
bisa berlabuh di kekumuhan bumi sosial jika tidak diimbangi dengan sebuah
pemahaman akan konsep kultur dan budaya setempat. Inilah yang kemudian disebut
proses membumi.
Saya mengenal istilah ini sudah
sejak lama. Namun sebagai sebuah teori, baru saya kenal di masa saya dididik di
asrama. Sebuah asrama luar biasa dengan kurikulum kehidupan yang –boleh saja
ditertawai oleh orang lain, namun ketahuilah, inilah hal-hal sepele yang banyak
orang melupakannya dan luput akan hal itu.
Pada suatu hari, hidup saya
berubah untuk satu tahun ke depan. Itulah hari dimana saya dibebani amanah
baru. Untuk sebuah amanah yang saya yakin, bukanlah lingkungan tempat saya
seharusnya. Dengan segala macam visi hidup yang sudah dibangun sedemikian rupa,
saya yakin ada kurikulum hidup yang harus saya ubah, pun juga dengan cita-cita
yang perlu ditunda untuk beberapa tahun mendatang.
Dalam kisah ini, ada hal unik
bagi saya. Menjadi sebuah kekhawatiran di mata orang tertentu. Meski menjadi
sebuah kelegaan tersendiri pada kacamata yang lainnya.
Saya bergelut bersama seorang
tokoh. Saya yakin dia akan menjadi tokoh besar suatu saat nanti. Dengan
brandingnya sang pengendali forum, semangat inspirasi luar biasa, visi tertata
dengan motivasi tinggi yang terbangun untuk menjadi sosok berbeda.
Ada saat dimana saya mencoba
memantaskan diri berdiri di sampingnya. Satu dua, sampai kapanpun, saya tidak
bisa mengimbanginya. Dia punya caranya sendiri yang membuat saya kerap kali
tersenyum sumringah, merasa keunikannya adalah anugerah. Sungguh, semakin lama
semakin besar sekali rasa kesungkananku dengan beliau.
Amanah memaksa saya menjadi
pribadi yang berubah. Pun demikian usahanya. Seorang apatis yang didesak untuk
menjadi seorang yang paling peduli. Dari
seorang yang tak peka, dipaksa menjadi seorang dengan tingkat kepekaan tinggi.
Sejatinya, ini bukanlah saya, bagaimanapun itu. Seorang yang selalu bergantung,
bagaimana mungkin menjadi seorang independen tanpa ketergantungan apapun?
berbagai stigma mulai bergentayangan, tergubris seluruhnya oleh usaha beliau
tanpa banyak keluhan. Saya memantapkan diri, dari kali pertama sampai
seterusnya akibat keyakinan belilau. Ini baru kisah awal, dan masih banyak
inspirasi yang saya refleksikan dari diri beliau.
Bagaimanapun, ada satu dua hal
yang membuat saya menjaga jarak. Mundur beberapa langkah dari beliau. Tentang
perbedaan sebuah paradigma.
Sejatinya, saya tidak suka
menjadi pribadi terikat. Hakikatnya saya independen tanpa ada tendensi pada
apapun. Ketidaksukaan saya akan keberpihakan, secara sederhana didasari karena
belum ada orang yang secara cerdas mau dan bisa menunjukkan pada saya tentang
urgensi keberpihakan sesungguhnya. Katakanlah, seorang tokoh meminta saya dengan
amanah yang saya pegang untuk mengendalikan forum dan berkata A. Saya hormati
itu sebagai sebuah pendapat, namun akan saya pertimbangkan hal itu untuk
kemudian diaktualisasikan.
Saya hanya khawatir menjadi pribadi yang menerima ini dan itu. Banyak dari mereka menjadikan itu sebagai sebuah
proses penerimaan secara mentah. Sebuah gelas terisi penuh akan lebih sulit
kembali menerima air lagi, jika bukan karena kondisinya kosong sedari awal.