26 Nov 2017

Pertama

Tepat 02 Agustus 2017 pukul 11.14 wib, saya mendapatkan telphon dari seorang bernama Tieke Utama yang mengaku HR advisor dari WRI Indonesia. Beliau memberikan klise formal  dan mengatakan dalam kalimat efektif dan tone profesional bahwa saya diterima dalam sebuah program pembinaan intensif satu tahun menjadi peneliti muda di sebuah lembaga penelitian independen bernama WRI Indonesia. Tulisan ini saya buat dengan harapan semoga bermanfaat untuk kawan2 lainnya yang memiliki keinginan sama dengan saya. Berkontribusi, meski pada awalnya mempertanyakan kontribusi seperti apakah yang ingin diwujudkan?

Saya lulus dari Universitas Pancasila cabang Bulaksumur pada November 2016. Beberapa bulan setelahnya, berfokus merevisi publikasi paper penelitian tugas akhir dan belajar mandiri bahasa Inggris untuk mengikuti tes TOEFL ITP. Selanjutnya, 2,5 bulan kemudian dihabiskan untuk mempersiapkan real test ielts dengan belajar di Pare. Tepat 28 Maret 2017 adalah real test pertama (dan harapan saya juga yang terakhir) ielts di British Council Jakarta. Selang setelah itu, saya menghabiskan satu bulan untuk mempersiapkan diri dan segala berkas untuk aplikasi S2 dengan mendaftar beasiswa dan mencari universitas. Jadi, sesungguhnya, baru terbersit pikiran untuk mencari kerja pada bulan Mei 2017. Dan tepat saat itu pula saya mendapatkan pengumuman informasi lowongan peneliti muda Wahana Riset Indonesia.

Sekilas mengenai WRI, sesungguhnya merupakan kepanjangan dari World Resources Institute. Sebuah lembaga penelitian independen yang berfokus pada riset sumber daya alam dan pengaruhnya terhadap kebijakan publik untuk mendukung terwujudnya lingkungan yang berkelanjutan. Lembaga ini langsung bekerja sama dengan stakeholder tertentu yang membutuhkan koordinasi terkait lima bidang penelitian; lingkungan, energi, kehutanan, dan iklim. Basis nya di Washington DC dengan kantor cabang yang menyebar di 5 negara, termasuk salah satunya Indonesia. Di Indonesia sendiri, lembaga ini baru didirikan pada tahun 2014. Tergolong baru, memang. Ketika saya melihat publikasinya, baru terbit 2 jurnal. Beberapa bulan kemudian, saya lihat semakin produktif menghasilkan op-ad yang diposting di website nya.

Setelah lama mencoba mengkaji lembaga ini, saya tertarik untuk mendaftar program peneliti muda. Syarat administrasinya membutuhkan banyak persiapan. Tidak seperti lowongan pekerjaan lainnya yang saya daftarkan melalui ECC hanya sulap dalam sekali tekan. Berkas administrasi yang dibutuhkan lebih mirip berkas untuk mendaftar beasiswa. List nya;
       1.       CV,
       2.       IPK minimal 3,20,
       3.       Background keilmuwan tidak dipermasalahkan, selama bisa relevan dan memberikan kontribusi  dengan keilmuwannya,
    4.        Surat rekomendasi dari dosen /atasan kerja (minimal 2). Bebas format. Saat itu, saya menggunakan referee report beasiswa AAS tanpa mengubah redaksi dan formatnya sama sekali,
      5.       Contoh publikasi atau tulisan –saya lampirkan proposal riset saya tentang nanomaterial dalam sustainable technology,
    6.       Essay topik bebas, berkaitan dengan pemahaman kita tentang sumber daya alam, energi, lingkungan, iklim, dan lainnya serta kontribusi yang dapat diberikan WRI,
       7.       Freshgraduate atau pengalaman kerja max 2 tahun,
       8.       Sertifikat bahasa (TOEFL atau IELTS),
9.       dan cover letter.
Semua berkas tersebut menggunakan bahasa inggris dan disubmit melalui official website wri yang terintegrasi dengan wri pusat.

Saya pikir, secara administrasi mereka secara tidak langsung telah mengintimidasi calon peneliti muda bahwa program ini memang tidak main-main. Butuh waktu yang cukup lama bagi saya untuk mempersiapkan berkas2 tersebut. Apalagi saya butuh waktu kontemplasi yang cukup lama untuk membuat essay WRI. Beruntung saat itu saya telah mendaftar di AAS. (Sebenarnya, saya juga tidak tahu harus berkomentar apa) Meskipun tidak lolos AAS 2018, paling tidak berkas2 yang saya gunakan untuk apply AAS bisa saya manfaatkan untuk apply di program peneliti muda ini. Termasuk surat rekomendasi dan proposal riset yang sudah di acc dosen –dan sesungguhnya saya buat untuk apply salah satu universitas di Australia setelah studi literatur jurnal2 hasil publikasi lab yang bersangkutan sekitar satu bulan. Karena kebetulan lab yang bersangkutan berfokus tentang sustainable technology dengan carbon capture.

Selang satu bulan setelahnya, tepat 24 Juni 2017 saya mendapatkan telphon undangan interview face to face di kantor WRI. Sejurus kemudian saya langsung menyetujui tanggal yang disediakan dan mendapatkan kiriman email resmi undangan interview.

Secara jelas tertulis di sana tanggal dan lokasi test. Lengkap beserta interviewer dan lama waktu interview. Ada tiga orang nama yang tercantum: country director, research analyst dan monitoring and evaluation menager.  Ada rasa menggelitik bagi saya untuk mengetahui background profile dari ketiga interviewer. Luar biasa, kontribusi mereka di bidang penelitian membuat saya merasa kecil sekali.

Kamis 26 Juni 2017pukul 11.00 tepatnya waktu saat saya datang untuk pertama kali di kantor WRI. Rupanya tidak hanya saya, namun beberapa peserta lainnya yang hadir dengan jadwal dan interviewer yang berbeda-beda pula. Ketika saya datang, saya diminta langsung menuju lantai 7. Di sana saya disambut oleh seorang berparas jenaka yang bernama mba Juju. Beliau research analyst baru di WRI dengan pencapaian riset lapangannya yang berfokus di kehutanan.

Saat masuk ke ruang, saya disambut dengan perkenalan singkat oleh dua orang yang saya kenal (dari foto) sebagai pak Koni dan pak Ari. Pak Koni memberikan brief singkat tentang program-program di WRI. Saya mengangguk, dan bersuara sampai ketika beliau mempersilahkan saya memberikan perkenalan singkat.

Saya bukan jobseeker yang expert sama sekali. Ini wawancara kerja kedua saya –setelah pengalaman wawancara pertama yang benar2 gagal- serta wawancara pertama saya dengan bahasa Inggris. Mendadak saya bernostalgia dengan suasana real test ielts –hanya saja kali ini dihadapkan tiga interviewer dengan durasi 3kali lebih lama. Tapi paling tidak saya sudah latihan untuk memberikan perkenalan diri yang singkat dan baik.

Mereka bertanya bergiliran. Mereka berfokus pada CV dengan melihat track record penelitian –meskipun penelitiannya sama sekali tidak wah. Sungguh. Karena saya punya beberapa pengalaman riset PKM (di lab fisika komputasi) dan riset nanomaterial (di lab fisika material dan LPPT), mereka tertarik menanyakan proyek riset tersebut. Mba Juju bertanya padaku PKM, dan kukisahkan pengalaman saat membuat mikroskop digital portabel proyek pkm kc. Dengan alokasi dana sekian, membutuhkan waktu berapa lama, implikasinya untuk masyarakat, ketercapaian dengan tujuan akhir.
Mba Juju juga menanyakan soal kapasitas dan kompetensi saya untuk riset dalam tim, bagaimana jika diajukan penelitian yang tidak relevan dengan background sebelumnya, dan kenapa tertarik melakukan penelitian. Barangkali ini memang pertanyaan yang umum untuk ditanyakan peneliti lapangan. Tapi saya menjawab tanpa persiapan. Tanpa ide. Menjawab persis seperti jawaban saya waktu test ielts. Panjang dan belibet, baru sampai ke poinnya. Dan saya tahu betul, itu tidak bagus. Sekalipun sudah latihan 3 bulan ielts, dalam situasi nervous sekalipun, ilmu itu menguap begitu saja. Beruntung mba Juju cukup sabar mendengar, memotong dengan sopan.

Sementara pak Ari bertanya soal koordinasi saya dengan Dikti selama proyek PKM ini. Saya pun bingung. Bingung karena saya membayangkan mereka melihat track record saya mengikuti PKM sebagai suatu pengalaman yang sangat prestige, sementara dari kacamata anak ugm sendiri –atau sebenarnya lebih tepatnya dari kacamata saya pribadi, pkm adalah perlombaan tahunan biasa. Maka lolosnya proposal pkm sampai bisa didanai Dikti beberapa kali pun juga wajar. Karena itu memang sudah mengakar sebagai kultur di antara anak ugm sendiri (faktanya, saya bahkan sama sekali belum pernah berkesempatan lolos pimnas). Saya jelaskanlah bahwa koordinasinya terbentuk dengan pengiriman rutin laporan kinerja dan presentasi saat monev di akhir periode. Beliau menanyakan kesulitan yang dihadapi selama koordinasi dengan dikti. Beliau juga menanyakan soal publikasi terakhir saya, yakni riset nanomaterial. Beliau meminta saya membayangkan jika harus menjelaskan dengan masyarakat lokal tentang nanomaterial, apa yang akan saya lakukan. Pertanyaan yang membuat saya perlu berpikir agak lama, sampai menjawab dengan pikiran pendek, ‘saya akan menggunakan kata2 sederhana yang membuat mereka paham –tanpa harus menggunakan istilah ilmiah.’

Berbeda dari keduanya, pak Koni menanyakan padaku seputar kontribusiku yang cukup lama di lembaga LSiS FMIPA UGM. Beliau menanyakan apa saja jobdesc ku, kemudian proyek apa saja yang dilakukan di sana.  Beberapa kali saya gagal fokus dengan pertanyaannya. Namun beliau tetap dengan sabar bertanya ulang, meski berakhir dengan tawa atau senyuman (yang aku sudah berpikiran buruk saat itu dan masih belum bisa menginterpretasikan arti di balik senyum beliau itu).
Secara umum, hampir semua pertanyaan yang diajukan saya jawab penuh liku. Memang kodratnya perempuan, nggak bisa to the point. Tapi muter dulu sampai akhirnya interviewer paham intinya apa. Saya juga sempat miss di 3 pertanyaan. Saya nggak nyambung dengan pertanyaannya. Namun mereka tetap dengan sabar mengulang pertanyaan yang sama kembali. Beruntung ini bukan ielts. Skorku bisa jadi 6.0 kalau ini memang test speaking ielts.

Ini bukan contoh kasus interview kerja yang bagus, namun bagi saya pribadi merupakan sebuah pembelajaran berharga kalau2 interview kerja sebagai peneliti profesional ataupun beasiswa terjadi. Karena sejatinya, program peneliti muda ini memang diperuntukkan untuk mereka yang punya intuisi namun masih hijau untuk menginjakkan kaki, berkarir di bidang riset profesional, jadi saya anggap kelulusan saya sebagai salah seorang peneliti muda merupakan bentuk apresiasi bahwa program ini memang tidak berfokus pada indahnya retorika maupun formalnya penampilan saat wawancara. Saya masih dengan style saya yang biasa. Jilbab panjang, rok jeans, tas ransel, dan sepatu (tak usah dibayangkan). Tapi saya yakin bahwa ada yang harus direvisi dari style saya jika sudah berkecimpung di dunia kerja. Saya harap, dengan bergabungnya saya di sini menjadi satu momen saya bisa mulai belajar bekerja di ranah profesional.

Belum berakhir ceritanya. Satu bulan berlalu dan saya mendapati pengumuman dari mba Tieke. Awalnya sempat ragu karena mereka bilang akan memberikan pengumuman pada pertengahan juli. Jadi saya dengan sabar menerima telphon untuk mendengarkan dari mba Tieke pernyataan ketidaklolosanku dalam program ini. Ternyata sebaliknya, beliau menyatakan ‘di sini kami ingin menyampaikan penerimaan mba sebagai salah satu dari 20 kandidat peneliti muda WRI’ –dan itu nyaris membuat nafasku tercekat sesaat. Karena 10 hari menunggu pengumuman tak kunjung datang, saya sudah dalam titik tawakkal dan mengikhlaskan sepenuhnya, barangkali memang bukan yang terbaik untuk takdir saya ke depan. Alih-alih, ternyata proyek ini mundur di akhir Agustus, sehingga pemberitahuan secara personal baru dihubungi awal Agustus. Saya langsung saja sujud syukur dengan luapan air mata bahagia. Jika Anda menemui kondisi seperti saya dalam keadaan nyaris putus asa mencari tempat pekerjaan terbaik, barangkali paham arti dari pentingnya pengumuman ini.

Mereka mengirimkan offer letter, lengkap dengan konfirmasi penerimaan kerja, keterangan upah yang akan didapatkan –beserta potongan pajak, berkas yang perlu dikirim balik, dilampiri dengan berkas biodata konsultan yang harus diisi dan perjanjian bebas suap yang harus di tanda tangani. Jadi, kontrak peneliti muda ini adalah kontrak sebagai ‘consultant’.

Untuk orang sehijau saya, bisa langsung berkontribusi menjadi bagian dari lingkungan kerja bersama peneliti2 profesional dengan pekerjaan yang memang engkau minati, merupakan karunia luar biasa. Sejujurnya, lama periode antara persiapan saya melengkapi berkas WRI hingga pengumuman penerimaan itu merupakan periode yang penuh kesabaran batin. Karena semuanya penuh ketidakpastian. Engkau adalah sarjana muda. Lulusan sebuah jurusan yang tidak banyak menjual di ranah dunia kerja Indonesia (ngomong2, saya lulusan fisika murni dengan minat di fisika material, riset nanomaterial). Memiliki kapasitas spesifik yang butuh ditempatkan di tempat spesifik pula. Hanya saja, engkau masih mencari komunitas, relasi, dan masih butuh pembinaan untuk bisa langsung bekerja secara profesional. Karena selama periode tersebut, saya mendapatkan beberapa tawaran kerja yang berakhir sampai periode interview ketika saya pada akhirnya menolak tawaran tersebut –atau mereka yang menolak, karena mendapati semangat saya yang lemah. Pasalnya, saya memang tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa kalau-kalau diterima dan harus bekerja dengan totalitas. Rasanya, ada ganjalan di hati bahwa jika bekerja di tempat ini, bukanlah passionmu. Atau, memang pikiran sederhana bahwa kau tidak bisa mengembangkan diri di sini. Maka saya sampai mempertanyakan kembali, sebenarnya apa tujuan saya? Karena berkali-kali tawaran kerja itu ditolak, rasanya saya semakin merasa bersalah dengan orang tua.


Pada akhirnya, alhamdulillah dan qodarullah bisa mendapatkan kesempatan ini. Semoga satu tahun kontrak ini ibisa memberikan pembelajaran dan pengalaman berharga untuk dunia saya ke depan. Amin J .

Islam