13 Mei 2016

Bagaimana Memeriksa Kebenaran Sebuah Berita

Perhatikan contoh tayangan ini [Kasus lumpur Lapindo. Ada yang memberikan opini lumpur sebagai ladang penghasilan rezeki, ada yang menyampaikan belum adanya uang pengganti dari pihak perusahaan kepada masyarakat yang dirugikan].

 Sebuah peristiwa yang sama, tetapi mengapa fakta dan kesimpulannya berbeda? Jika Anda bingung, Anda tidak sendirian. Jika sudah ada dua versi seperti ini, bagaimana bisa mempercayainya? Berikut adalah beberapa tips.

Kenali reputasi media. Cara yang paling sederhana adalah apakah media itu memberitakan sesuatu yang anda saksikan sendiri, tetapi berita yang muncul tidak akurat? Misalnya pernah melihat kecelakaan, kebakaran, bencana alam. Anda ada di lokasi atau ikut mengalami? Tetapi media tersebut cenderung melebih-lebihkan atau memilih milih gambar dan hanya menayangkan yang bombastis saja. Atau Anda pernah berdebat dengan pedagang di pasar karena harga sembako? Media mengatakan bahwa harga cabai sudah turun 20.000/kg. Padahal faktanya masih 40.000/kg. Kita lantas ngotot bahwa harga seharusnya 20.000/kg seperti berita di televisi. Lalu pedagang berujar, "kalau lebih murah, kenapa tidak beli cabai di stasiun televisi saja?"

Itu contoh bagaimana ketepatan informasi atau akurasi, dan reputasi media. Bila media punya kecenderungan sering tidak akurat, berarti sistem kerja di ruang redaksinya tidak rapih. Wartawannya tidak dididik dengan benar, dan atasannya tidak menerapkan sistem check dan re-check informasi. Ada juga informasi yang sengaja ditutup-tutupi untuk menyenangkan golongan tertentu. Dari mulai pemiliknya, sampai pemasang iklan. Ruang redaksi media yang melakukan hal tersebut berarti tidak menjunjung tinggi fakta. Kalau hal ini sering terulang, berarti reputasi dan kredibilitas media ini juga rendah. Sehingga dalam berita lain, anda patut meragukan informasi yang disajikan.

Tips kedua, sumber informasi. Setiap media membutuhkan sumber informasi atau narasumber. Sebab, wartawan tidak boleh beropini sesuka hati. Bila dua stasiun televisi sama-sama memberitakan harga daging, maka yang perlu kita lakukan adalah melihat darimana sumber ifnormasinya. Bila TV A mengutip menteri pertanian atau perdagangan, dan TV  B mengutip penjual daging di pasar induk. Manakah sumber informasi yang lebih kita percaya? Tentu bagi konsumen seperti kita, TV B yang mengutip penjual daging di pasar induk, lebih mendekati kenyataan harga di lapangan, daripada TV A yang mengutip menteri yang berada di kantornya. Itulah contoh sumber berita. Jangan lihat dari jabatan atau pangkat narasumber, tapi lihatlah dari nilai kredibel dan akuratnya.

Selanjutnya, apakah sumber informasi itu selama ini layak dipercaya? Bila narasumber itu kerap berbohong dan sesuai pesanan, tentu dia bukan jenis sumber informasi yang layak dipercaya. Dan yang terakhir, apakah informasi itu jelas sumbernya? Media yang tidak menyebutkan sumber informasi yang tidak jelas, patut diragukan kuatlitas informasinya.

Ciri-ciri media yang mengutip sumber informasi tidak jelas, biasanya diawali dengan kata kata, ‘menurut sumber yang layak dipercaya’, ‘menurut informasi dari orang dekat’ atau kata kata yang tersembunyi seperti ‘masalha ini dipersoalkan berbagai kalangan’ atau ‘masalah ini telah menjadi pembicaraan’, atau ‘menurut desas-desus yang berkembang’ tanpa pernah menyebutkan darimana sumber persolaan atau desas desus itu. Sebab tak jarang, medialah yang menyulut desas desus itu.

Sekarang bayangkna jika desas-desus itu dibawa ke berita politik. Ini membawa kita pada tips ketiga yakni : mengenali pemilik media.

      1.       Elang Mahakota Teknologi (EMTEK) group.
      Pemilik                : Eddy Kusnadi Sariatmadja
      TV Nasional        : SCTV, Indosiar
      TV Lain               : Elshinta TV, TV channel, Nexmedia

     2.       Media Nusantara Citra (MNC) Group
      Pemilik                : Hary Tanoesoebidjo
      TV Nasional        : MNCTV, GlobalTV, RCTI
      Media Online      : Seputar Indonesia, Okezone.coom, Sinemart Indonesia, Indonesia Air,                                                    Indovision, WeChat.
    3.       Bakrie & Brothers (Visi Media Asia)
     Pemilik                 : Anindya Bakrie
    TV Nasional          : ANTV, TVOne
     Media Online        : VivaNews
     Bisnis Lain           : Esia, Bakrieland

    4.       Media Group
    Pemilik                 : Surya Paloh
    TV Nasional        : MetroTV
    Media Cetak      : BorneoNews, Media Indonesia, Lampung Post
    Bisnis Lain            : Indocater, The Papandayan

    5.       Trans Corpora (Para Group)
    Pemilik                                 : Chairul Tanjung
    TV Nasional        : TransTV, Trans7
    Media Online     : detik.com, basin robbins, the Coffee Beans, Metro, Carrefour

Dalam sebuah berita, tak jarang pemilik media ikut campur agar wartawannya membuat berita sesuai keinginan dan pesanan. Maka kenali apakah media itu dimiliki politisi atau pemilik partai tertentu. Selanjutnya, kenali juga apakah pemilik media juga pemilik perusahaan tertentu yang sedang diberitakan. Misalnya, pemilik Media A juga Pemilik usaha tambang atau kehutanan. Maka setiap informasi yang dibuat oleh media tersebut tentang lingkungan hidup, perlu dicermati secara bijak. Informasi tentang jenis-jenis usaha media tersebut, mudah dicari melalui internet, dari situs-situs perusahaan itu sendiri, dengan ciri-ciri, nama perusahaan yang sama, atau nama pemilik yang sama. Misalnya, sama sama menggunakan nama trans. Sama sama ada kata MNC, atau sama sama mengandung kata bakrie.

Tips keempat, keberimbangan. Tugas wartawan atau media adalah menyajikan beragam infomrasi yang ada, agar kita mendapatkan informasi dalam berbagai versi. Dalam jurnalistik, ini disebut prinsip keberimbangan, atau cover both side.

Contoh yang mudah, bila media A menuding si B dituduh mencuri, maka selain perlu menyajikan bukti bukti yang kuat dengan sumber informasi yang jelas, juga perlu memuat versi dari pihak B. Baik dari si B sendiri, kolega, atau pengacara. Tanpa itu, berita tersebut hanya satu versi, dan nilai kebenarannya belum teruji.

Kini, selamat membaca atau menonton berita dengan kacamata yang lebih jernih.



Tayangan TV merugikan Anda? Adukan ke :
Komisi Penyiaran Indonesia
Call Centre (021) 634062626
SMS pengaduan 0812 130 70000

www.kpi.go.id

*video diunggah dari RemoTivi.

Islam