19 Jun 2014

Antara Rasionalitas dan Kuantitas



Manusia punya serangkaian sistem yang mereka sepakati tanpa suatu tinta hitam di atas putih. Sistem yang terbangun tanpa perlu bermusyawarah dalam sebuah forum. Tanpa sebuah lembaga birokrasi sebagai payung yudikasi dalam memastikan segalanya tetap berada pada jalannya. Karena mereka memiliki sepaket rasionalitas.

Rasionalitas yang membuat mereka paham antara baik dan buruk tanpa perlu membuat pedoman garis besar haluan beretika. Bahwa menjenguk orang sakit itu perbuatan terpuji. Bahwa mencuri itu akhlak tercela. Bahwa menggunjing orang itu sikap tidak beretika.

Di sini rasionalitas yang bertindak mengkomparasikan dua hal tersebut. Baik, jahat. Atas, bawah. Kanan, kiri.

Karena ketiadaannya suatu amandemen tertulis, maka nilai tersebut menjadi sangat relatif dalam perspektif manusia. Yang ada hanya kuantitas yang bermain di sini. Masyarakat minoritas akan mengikuti kultur yang menghegemoni sistem. Masyarakat mayoritas bertindak sebagai pembuat peraturan. Kuantitas yang berkuasa. Dan karena diversitas adalah suatu keniscayaan, sebuah toleransi sering kali digantungkan. Fakta menjadi sebuah paradoks dalam bungkusan : “diversitas menjadi nilai yang sering kita pahami, kita ketahui. Namun jarang bagi kita untuk mencoba membuka ruang bagi mereka dalam menerima dan dibicarakan.”

Sebagai sebuah konsekuensi dari eksistensi ‘diversitas’, yang namanya orang jahat, licik, zalim itu pasti ada. Yang jelas, mereka semua adalah produk dari kultur tempat mereka dilahirkan. Melekatkan mereka dalam rangkaian takdir yang menentukan akan seperti apa mereka di masa depan. Mengikatkan dogma pada masyarakat bahwa kontribusi tempat dimana kita lahir menjadi sangat esensial, dan meluputkan pandangan bahwa dalam hidup ini, masih ruang untuk doa dan usaha dalam berperan. Ini pandangan masyarakat kolot.

Ini sistem. Jangan salahkan sistem. Sistem berkuasa di sini. Dan yang menjadi variabel penentu sistem adalah kontribusi dari kuantitas. Kuantitas adalah mayoritas yang berkuasa mengatur sistem.


Nah, saat ini lagi musim-musimnya pemilu presiden. Dari parameter yang tersedia, kita bisa lihat bagaimana kabar rasionalitas bumi pertiwi dari hasil kalkulasi kuantitas  pemilih ^_^ Mau dibawa kemana Indonesia 5 tahun ke depan?

Islam