#3 Ushul Fiqih -Dalil yang Disepakati
#3 USHUL FIQIH –DALIL YANG DISEPAKATI
Jakarta, 21/01/2015.
Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur. Materi keempat belas. Daurah
Fiqh Dar Ash Shalihat. Ust. Isnan Anshory [Rumah Fiqh Indonesia].
DALIL 1 –al Quran
Al Quran adalah sebuah kitab yang
cakupannya sangat luas –laut yang tak ada tepian pantainya. Siapapun dapat
mengambil berbagai macam hal dalam al quran, bahkan para saintis sekalipun
menggunakan al quran dalm eksperimennya. Sehingga jika belajar al quran sebagai
ogjek kushul fiqh, tujuannya untuk memproduksi hukum dalam al quran.
Karena al quran bicara akhlak, aqidah, dan berbagai macam hal. Sehingga ilmu
ushul fiqh sesungguhnya mengambil 1/3 hal dari cakupan memproduksi hukum dalam
al quran. Bukan akhlak yang dibahas di tasawwuf, dan lainnya.
Dalil al quran, ada 5 pembahasan;
1. Definisi al
quran dan legalitasnya
2. Ilmu lmu al
quran yang terkait dengan ushul fiqh
Karena setiap pembahasan ayat al
quran, ada pembahasan yang berbeda, hingga kemudian dikodifikasi oleh para
ushul fiqh. Misalnya, ilmu ulumul quran ditarik dari pengkajian al quran. Pun
dengan ilmu tajwid, ilmu qiraat, namun berbeda dengan ilmu ushul fiqh.
3. Sanad al quran
a.
Qiraat mutawatirah –qiraat ahad/syazah
b. Legalitas qiraat
syazah
4. Kandungan al
quran
a.
Aqidah-akhlak-hukum
5. Literatur ulum
al quran
Ilmu al Quran yang Terkait dengan Ushul
Fiqh
Ilmu al quran merujuk pada 6 ilmu
pokok. Bahkan, ibnu al ‘arabi mengatakan ilmu yang terkait alquran menyatakan
7500 lebih, dan Imam Jalaluddin mengatakan terpolarisasi dalam 6 ilmu pokok.
Dan dalam 6 ilmu pokok, setidaknya
ada 3 yang terkait ilmu ushul fiqh;
i.
Nasih Mansukh
Membahas salah satunya ayat makkiyah dan madaniyah?
Ilmu alquran yang terkait asbabun nuzul.
Saat terjadi kontradiksi, para ulalma melihat dari segi mana
yang dinasikh dan mana yang dimansukh? Sehingga jika ada yang
kontradiksi, harus melihat dari segi riwayat, apa asbabun nuzulnya? Namun,
ingin ditegaskan bahwa asbabun nuzul persentasenya <20% dari ayat al quran,
karena kontennya bukan produk dari hasil budaya. Namun kitab yang selalu
dipakai hingga kakhir zaman. Adapun asbabun nuzul bukan bertujuan untuk merubah
membatasi hukum namun untuk menjelaskan konteks ayat tersebut.
Misal pada kasus pernikahan beda agama. Ada yang beranggapan
bahwa di zaman Rasul, nikah beda agama adalah hal yang dilarang sebagai rangka
untuk membedakan antara kawan –dan –lawan. Sehingga, karena kondisi peperangan
tidak terjadi di zaman sekarang (kondisi seperti di masa Rasululllah), sehingga
nika beda agama sudah diperbolehkan?
Dan tak semua ayat dalam al quran ada sababun nuzul, misal
surat al ikhlas.
Artinya, saat belajar ilmu ushul fiqh, yang harus
diperhatikan adalah ulumul quran, yang terkait sababun nuzul adalah ilmu yang
harus diketahui seseorang untuk mempelajari ulumul hadist.
ii.
Tafsir
Diklasifikasikan 2;
a.
Riwayat yang bersifat mutawattir
Kajian terhadap ayat2 al quran
b. Riwayat yang
bersifat ahad –syadzah
Masih dipedebatkan tentang legalitasnya. Namun, beberapa
ulama berpendapat dapat dijadikan tafsir terhadap beberapa dalil
iii.
Dalalah Alfaqh –metode menyimpulkan hukumd ari teks al
quran dan hadist.
Amm khosh, etc
Sanad al Quran: Qiraat mutawatirah – Qiraat Ahad
Riwayat mutawattir adalah ; sifat transmisi al quran
itu shahih, diriwayatkan oleh banyak orang, dan ditambahkan lagi bahwa lafaz al
quran sesuai dengan kaidah bahasa arab meskipun hanya dalam satu sisi (karena
dalam bahasa arab juga ada perdebatan), dan sesuai dengan penulisan pada
masa khalifah Utsman bin Affan –ratsm Utsmani.
Jika seluruh unsur itu terpenuhi,
maka riwaya al quran bersifat mutawattir. Dimana legalitasnya shahih. Dibaca
beribadah, wajib diamalkan, memiliki fungsi i’jaz.
Riwayat Ahad adalah sanadnya shahih, sesuai
dengan kaidah bahasa arab, tetapi tidak ditulis berdasarkan ratsm Utsmani
atau tidak ditulis dalam mushaf Utsmani, hanya diriwayatkan dalam
hadist2.
Permasalahannya adalah legalitas dari
riwayat syadzah. Jumhur ulama mengatakan, pembahasan dalam riwayat syadzah
dapat dijadikan tafsir.
Misal. dalalm permasalah puasa
kafarat. Perdebatan di kalangan ulama adalah apakah puasa yang dilakukan harus
berturut turut, atau boleh untuk tidak berturut turut. Perdebatan itu terjadi
karena ada sebuah riwayat tambahan yang bersifat syadzah dalam ayat alquran
tentang puasa kafarat yamin (kafarat terhadap pelanggar sumpah) –bacaan
Abdullah bin Mas’ud fashiyamu tsalatsati ayyamin mutatabi’at.
Padahal, ayat quran hanya menentukan puaasa 3 hari, tanpa berturut turut.
Namun, akibat riwayat syadzah ditambahkan mutatabi’at sehingga
harus berturut turut?
Misal. permasalahan kata quru’ apakah
3x suci, atau 3x haidh. Bagi ulama yang mengatakan 3x suci, salah satu dalilnya
adalah qiraat syadzah. Tertulis dalam (al baqarah : 228), masa iddah
wanita adalah tiga kali quru’. Sementara dalam surat at talaq :1
“talaklah mereka untuk mereka menunggu masa2 iddah.”
Fathalliquhunna li’iddati hunna sementara dalam salah satu riwayat
syadzah yang berbunyi Fathalliquhunna li qabli ’iddati hunna.
Sehingga, qiraat syadzah
mempengaruhi pada tafsir dari ayat yang mutawattir dalam alquran.
Misal pada tafsir qadir (muhammad
asy-Syaukani) pada qiraat2 syadzah, bahkan juga dalam perubahan harakat
DALIL 2 –As Sunnah
Ilmu hadist yang terkait dengan ushul
fiqh ;
i.
Ilmu Mukhtalaf Hadist –pembicaraannya tentang
kontradiksi ayat2. Mukhtalaf <perbedaan> membahas pada ayat2 yang
bertentangan. Nasikh mansukh –ta’arudh adillah
ii.
Ilmu Musthalah Hadist –pembicaraannya pada
(a). status hadist ahad. Adalah hadist yang diriwayatkan oleh
satu orang dan mustahil jika hanya diriwayatkn oleh satu orang. Imam abu
hanifah menolak hadist ahad yang bertolakan dengan qiyas, sementara logikanya
tidak mungkin diriwayatkan satu orang.
(b(. Hadist Mursal
(c). Hukum mengamalkan hadist dhaif
iii.
Ilmu Gharib Hadist –bagaimana mengamalkan teks
hadist. dalalah alfazh
Pembagian sunnah
1. Aspek sifat
a.
Qauli
b. Fi’li
c.
Taqriri
2. Aspek
periwayatan
a.
Mutawatir
b. ahad
3. Aspek legalitas
hadist
a.
Diterima –Maqbul
b. Ditolak
–mardud
4. Aspek Implikasi
Tasyri’i
a.
Khushusiyyah
b. Fitrah rasul
sebagai manusia –Jibillah ‘adiyyah
c.
Profesi rasulullah –khibrah insaniyyah
d. Bayan mujmal
al quran
e. Amaln rasul -‘ibadi
5. Aspek Sifat
a.
Qawli
b. Fi’li
c.
Taqriri
Hadist yang muncul saat melihat respon beliau diam taqrir.
Tidak mengatakan boleh ataupun ditidak bolehkan. Misal rasul pernah dihidangkan
daging biawak. Beliau tidak menolak, tapi tidak juga memakannya. Artinya
diperbolehkan.
6. Aspek Implikasi tasyri’i
–hadist fi’li
a.
Kushushiyyah –khusus berlaku untuk nabi saja
Aspek yang berlaku khusus bagi rasulullah.
Misalnya rasul beristri >4 wanita, namun tidak berlaku
untuk rasul. Puasa wishal juga khusus bagi nabi
b. Aktivitas
rasululllah seperti biasa –Jibillah
‘Adiyyah –bersifat mubah
Rasulullah sebagai manusia biasa. Postur tubuhnya, jalannya
seperti apa
c.
Khibrah insaniyyah –bersifat mubah
d. Bayan mujmal al
quran –rasulullah sebagai penjelas –bersifat mubayyin.
Misal. Taktik perang rasulullah
e. ‘ibadi –bersifat wajib/mandub
<masih khilafiyyah>
Misal pada melakukan i’tikaf di 10 terakhir ramadhan.
FUNGSI Sunnah terhadap al Quran
1. Bayan ta’kid –memperkuat hukum dalam al quran
Rasulullah berkata, “jika melihat
bulan ramadhan berpuasalah. Jika melihat bulan syawal, berbukalah,” faman
syahida minkumussyahra falyashumh
“bertakwalah pada Allah tentang
perkara kaum wanita, karena mereka,.. “ memperkuat
2. Bayan tafsir
Misal 1. “orang yang mencuri,
potonglah tangannya,” mencuri seperti apa yang harus dipotong tangannya? Dan
batasan apa tangan dipotong? Dijelaskan dalam hadist, “tidak boleh pencuri
dipotong tangannya jika kurang dari ¼ dinar,”
Misal 2. “’diharamkan bagimu bangkai
dan darah,” hadist memberikan beberapa pengecualian terhadap apa yang umum
diharamkannya bangkai, “dihalalalkan bagi kami, dua bangkai dan dua darah;
bangkai ikan dan belalang. Dan dua darah adalah; hati dan empedu”
Misal 3. “hal2 yang baik tidak Allah
haramkan untuk dinikmati,” namun dibatasi dalam hadist nabi, “kaum lelaki
diharamkan memakai sutera, emas, dan perak,”
Sunnah nabi mengkhususkan hal2 yang
umum dalam al quran
3. Bayan tasyri’ –sunnah nabi memiliki legalitas
dalam mendatangkan hukum2 baru yang tidak ada dalam al quran.
Misal 1. al quran menetapkan warisan
bagi kaum nenek (1/6 dari bagian harta), atau hadist nabi menetapkan bahwasanya
bagi saudari kandung dari saudara yang meninggal,mendapat warisan bersama2 anak
perempuannya.
Misal 2. Diharamkan seseorang
menikahi seoran wanita sekaligus bibinya, kecuali jika setelah diceraikan
kemudian dinikahkan bibinya. Seperti al quran mengharamkan menikahi 2 orang
perempuan. Ditetapkan dalam sunnah
Misal 3. Beberapa hal yang diharamkan
dimakan pada binatang. Sunnah memutlakkan haramnya hewan bertaring, buas. Dan
hal ini tidak dijelaskan dalam al quran
Misal 4. Rasulullah melarang untuk
memakan daging keledai –oleh sunnah. Bukan oleh al quran.
Referensi rujukan ; kitab Sulumussalam
–penjelasan dari bulughul maram al ahkam
DALIL 3 -IJMA’
Padahal, sangat sulit ditemukan ijma’
dari para mujtahid, apalagi pasca meninggalkanya rasul karena para sahabat
sudah tersebar dimana2 sehingga sanat sulit untuk mengumpulkan mereka dan
berkata sepakat. Sehingga, realitasnya secara faktual, sangat sulit ditemukan.
Imam ahmad berkata, “barang siapa yang mengaku adanya keputusan mujtahid,
sesungguhnya mereka berdusta.”
Padahal, jika dalil qath’i, tidak mungkin
adanya perbedaan pendapat <khilafiyyah> antar para ulama. Untuk
apa perlu ijma’?. Namun, bagiamana dengan dalil yang dzanni –misal dalil
ahad? Akan mustahil jika adanya kesepakatan.
Sehingga, definisi ulama fiqh adalah ‘adamul
‘ilm bil makhalif <Kesepakatan yang tidak diketahui adanya
penolakan>.
Dalam kitab al munzir menjelaskan
tentang dalil2 ijma’. Pada beberapa ulama yang berbeda pendapat, beliau
meleburnya ke dalam ijma’ pula.
PEMBAGIAN IJMA’
a.
Dari aspek sumber
i.
Ijma’ Sharih –ulama kumpul dalam satu tempat dan sepakat terhadap salah
satu pendapat. Akan sangat sulit secara faktual menghasilkan sebuah kesepakatan
hukum, akibat aspek komunikasi dan cara pandang.
Ijma’ sharih yang dimaksud ulama ushul fiqh berdasarkan definisi ijma’
ii.
Ijma sukuti –saat ada satu sahabat memiliki pendapat, dan tidak ada
pengingkaran dari sahabat lainnya.
iii.
Ijma’ Dhimni –beberapa ulama mujtahid dalam sebuah masalah,
(misal) terpecah menjadi 3 pendapat. Mereka ingin menjelaskan bahwa tidak ada
pendapat keempat. Sehingga, merekak sepakat dalam mengatakan bahwa ada 3
pendapat.
Misal. menutup jilbab adalah tidak terkecuali wajah, telapak
tangan. Abu hanifah mengatakan, menutu telapak kai bukanlah aurat. Meskipun
terjadi khilafiyyah, namun mereka sepakat bahwa membuka kepala adalah
aurat dan tidak boleh dilakukan di depan yang bukan mahram.
b. Dari aspek
kekuatan legalitas
i.
Ijma’ Qath’i –ijma Sharih
ii.
Ijma’ Zhanni –ijma sukuti, ijma’ dhimni
c.
Ijma’at Khashashah –bukan hujjah <jumhur ulama>.
Sebagian ulama berpendapat, ijma khusus ini bukanlah hujjah.
i.
Ijma’ 4 khalifah
ii.
Ijma’ abu bakr dan umar
iii.
Ijma’ ahli madinah à mazhab
d. Hukum
pengingkaran Ijma’
Sepakat kafir atau diasingkan.
Misal 1. semua sepakat bahwa shalat
itu wajib. Bagi yang mengingkari, semua sepakat dia telah mengkafirkan dalil.
Misal 2. “rasul mengatakan tidak ada
seorang nabi pun setelah aku,” maka ijma’ para ulama adalah “rasulullah adalah
nabi terakhir, dan tidak ada lagi nabi sesudahnya.” Maka secara tak langsung
seluruh ulama menyepakati hal tersebut bahwa rasul adalah nabi terakhir.
e. Literatur Ijma’
i.
Al ijma’ –ibnu al muzir (w. 318 H)
ii.
Maratib al ijma’ fi al ibadat wa al
mu’amalat wa al i’tiqadat –Ibnu Hazam
Dalil 3-
Qiyas
DEFINISI –penetapan hukum yang sama
dari ashl untuk fara’ karena adanya persamaan illat di
antara keduanya menurut padangan mujtahid.
Sehingga, dikektahui terdapat 4 rukun
;
1. Ashl –masalah yang ada dalilnya dan hukum
sudah dijelaskan dalam al quran as sunnah dan ijma
2. Fara’ –belum ada
dalilnya maupun hukum ingin dicari
3. Illat’
–alasan yang menyebabkan fara’ bisa
diletakkan di ashl
LEGALITAS QIYAS
Rasul sendiri pernah melakukan qiyas,
“dan hubungan suami istri yang legal adakah shadaqah.” Sahabat bertanya,
“apakah salah seorang di antara kami yang mendatangi istrinya dengan membawa
syahwanya adalah shadaqah?” rasul menjawab, “jika zina itu berdosa, maka apakah
oran gyang datang pada sesuatu yang halal adalah dosa juga?” –ini adalah qiyas
Umar bin Khattab berkata, “wahai
rasululllah, aku binasa.” Rasul menjawab, “apa yang menyebabkan puasamu batal?”
umar menjawab, “ketika aku berpuasa, aku wudhu.” Rasul menjawab, “jika engkau
mencium istrimu, batalkan puasamu? Tidak. Demikian pula istrimu.
Hanya perbedaannya adalah karena
dikatakan oleh Rasul, disebut sunnah. Sehingga, tidak hanya ijma’ sahabat,
sebenarnya qiyas juga digunakan oleh Rasul.
Imam Ghazali berkata, “akal dan
logika berjalan beriringan.” Akal digunakan untuk memahami agama yang
berlandaskan agama secara logika. Imam syafi’i pernah berkata, “tidaklah
seorang ulama pasti butuh pada yang namanya qiyas. Dan bukan seorang ahli fiqh
bila tidak paham baigamana menggunakan qiyas.”
1. Ijma’ shahabat
2. Al quran
3. Hadist –hadist
Muadz
حديث معاذ، وهو: أن النبي لما بعث معاذاً إلى اليمن قاضياً، قال: " كيف
تقضي إن عرض عليك قضاء؟ ” قال: بكتاب اللَّه عَزَ وجَلَّ، قال: " فإن لم تجد؟
" قال: بسُنَة رسول اللَّه، قال: " فإن لم تجد؟ " قال: "
أجتهد رأيي ولا آلو "، فضرب رسول اللَّه على صدر معاذ ثم قال: " الحمد
لله الذي وفق رسول رسول اللَّه إلى ما يرضي اللَّه ".
-artinya Rasulullah
sendiri mengakui bahwa tidak cukup menjawab berbagai permasalahan baru dengan
al Quran dengan hadist. Maka, diperlukan ijtihad –memikirkan secara mendalam.
Dan ulama mengatakan
bahwa metode utama dalam menggunakan akal adalah dengan menggunakan Qiyas.
Karena pada dasarnya, alquran adalah kembali pada hukum yang sudah ditetapkan
oleh alquran dan hadist. Artinya, alquran dan hadist menyentuh segala esuatu,
bukan hanya tekstualis, tetapi juga implisit.
KRITERIA RUKUN QIYAS
a. Ashl
-status hukumnya ditegaskan al quran
dan hadist. Tidak dapat mengqiyaskan ashl dengan ashl.
b. Fara’
-status hukumnya tidak ditegaskan
oleh nash syara’. Tidak dapat mengqiyaskan ashl dengan ashl.
Tidak bisa melakukan qiyas ma’al fariq –qiyas yang bathil
c. Hukum
- hukum praktis/ ‘amali
- esensinya dapat dipahami oleh akal
sehat /ma’qul ma’na
- bukan hukum yang khushushiyyah
–khusus bagi Rasulullah SAW
d. ‘Illat
-
Sifat yang konkrit –zhahir
-
Bersifat pasti/terkuru –mundhabit
Misal. saat melakukan perjalanan boleh ru’shoh. Itu adalah
sifat mundhabit. Diperbolehkan dengan beberapa syarat. Namun jika kesulitan,
bukan illat yang bisa masuk dalam berbagai kondisi. Sehingga, adalah
sama antara orang yang Namun perjalanan, bisa masuk ke dalam berbagai kondisi.
Misal 2. Jika seorang wanita dicerai dan hamil. Kemudian ‘iddahnya
adalah saat melahirkan. Namun, saat ditemukan alat USG yang mendeteksi tahu
haml atau tidak. Namun, terlepas dari tahu tidaknya wanita sudah hamil atau
belum, tidak bisa melepas hukum ‘iddah. Karena ‘illatnya adalah
ibadah pada Allah SWT, bukan karena diketahui atau tidaknya keadaan janin dalam
tubuhnya.
-
Mempunyai relevansi dengan tujuan penetapan hukum /munasib
Artinya, ‘illat yang ada di ashl, paling tidak
sangat terlihat betul kesamaannya dengan ‘illat yang ada di fara’.
Misal 1. antara narkoba dan khamr. Yang padat dan
cair. Yang pemakaiannya berbeda. namun sama2 memabukkan
Misal 2. Mewajibkan bagi yang nifas untuk mandi janabah, mengqiyaskan
dengan yang haidh.
CONTOH QIYAS
Contoh 1. Orang meninggal di adzani, tidak
ada dalil yang mengatakan, bahkan rasul tidak pernah melakukannya saat ada
sahabat yang wafat. Imam Syafi’i mengqiyaskan seorang yang meninggal dan
melahirkan diazani. Ulama menguji apakah qiyas ini tepat atau tidak, bukan
mengatakan ini bid’ah atau tidak ada landasan wahyunya.
Contoh 2. Mengapa orang yang wanita baru
selesai haidh kemudian harus mandi janabah? Tidak ada dalil yang mengatakan,
namun diqiyaskan oleh para ulama dengan mengqiyaskan haidh pada istihadhah yang
harus tetap mandi. Dimana, istihadhah sudah ada dalilnya.
Contoh 3. Barang2 riba fadhl.
Ashl; hadist nabi SAW berbunyi,
“Rasulullah SAW melarang jual beli emas dnegnaemas, perak dengna perak, kurma
dengan kurma, gandum dengan gandum, garam dengan garam, kecuali dengan cara
ukurannya yang sama. Barang siapa menambah atau meminta tambahan maka ia telah
berbuat riba (HR. Muslim)
Hadist ini hanya menetapkan barang2
yang haram adalah barang2 yang ada di atas. Bagaimana dengan barang2
yang lain?
Hukumnya riba Fadhal/haram
Pertama; hukum asal menetapkan
bahwa riba adalah haram.
Illat untuk (hanafiyyah) bisa
ditakar/ditimbang. (syafiiyyah) bahan makanan pokok. (malikiyyah) bahan
makanan.
Fara’ barang barang lain yang memiliki ’illat
yang sama.
Contoh 4. Bank susu
Ashl; radha’ah berlaku jika menyusui
melalui puting susu sang ibu.
Bagaimana jika tidak melalui mulut,
namun sedotan atau sejenisnya?
“Diharamkan karena sebab persusuan
sebagaimana diharamkan kaena sebab nasab.”Pertama; hukum asal menetapkan
bahwa bank susu haram untuk dinikahi.
Illat karena menumbuhkan tulang dan
daging.
Fara’ yakni air susu ibu dikonsumsi melalui
hidung atau alat penyimpan yang dituangkan sang ibu ke mulut bayi/bank
susu.
Contoh 5. Penggunaan emas dan perak
untuk keperluan di luar makan dan minum
Ashl; terkait makan dan minum
“janganlah kamu makan di piring meas
dan perak, sesungguhnya itu semua untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk
kamu nanti di akhirat.” (muttafaq ‘alalihi)
Hadist ini hanya menetapkan barang2
yang haram adalah barang2 yang ada di atas. Bagaimana dengan barang2
yang lain?
Hukumnya haram digunakan. Illat
dengan niatan ibadah pada Allah SWT. Fara’
menggunakan media emas dan perak selain pada aktivitas makan dan minum.
Karena menggunakan qiyas rasul yang melarang untuk kebutuhan makan dan minum.
#Q.A. session#
Q. Bid’ah?
A. Bid’ah adalah mensifati hukum2 yang ada. Sehingga
bisa disifati hasan dan dhalalah. Sehingga, istilah bid’ah masih dalam
wilayah perdebatan, dalam membagi apakah bid’ah terbagi, dua, lima, atau haram.
Imam Syartibi mengatakan bid’ah itu
haram. Namun, ketika beliau mendefinisikan yang dimaksud denganmuqallid adalah
seseorang yang mengikuti mam mazhab, maka secara tersirat dan implisit, beliau
mengatakan, apa yang datang oleh ulama mazhab, meskipun baru, adalah apa yang
diharamkan.
Maka, disebut bid’ah adalah apa
hukum yang datang baru, namun bukan berasal dari orang yang berilmu agam
–fuqaha. Maka adalah bid’ah dhalalah –bid’ah yang ditolak.
Setiap masalah yang datang dari ulama
mujtahidun, kita harus menghormatinya dan jangan tergesa gesa dalam
mengatakan ini salah dan ini benar, karena bukan kapasitas kita dalam
menanggapinya. Kecuali datang dari orang yang tdak dapat dipastikan latar
belakang keilmuwannya. Maka tugas utama muqallid adalah merujuk kembali pada
mazhab yang sudah ditentukan para ulama.
Kitab tasyri al islami, imam subthi
(syafi’i) pernah ditanya, mengapa anda bermazhab syafi’i “kami para ulama
menilai bahwa orang yang tidak bermazhab dianggap ahli bid’ah. Karena pada
dasarnya ulama bermazhab punya metodologi sendiri. Sedangkan kami, sejak imam syafi’i
membuat ar risalah, punya metodologi yang sudah diuji berabad2 yang
lalu.maka ulama fiqh kontemporer mengatakan, “anti mazhab sendiri adalah
bid’ah,”
Q. dalam tafsir, ada metodologi. Sekarang banyak orang
mulai melakukan metode tafsir al quran berdasarkan latar belakang masing2.
Legalkah?
A. masuk ke dalam tafsir bir ra’yi –berdasarkan akal yang terpuji dan tercela. Terpuji dengan
pendekatan ilmu2 yang diakui. Belakangan muncul dari ilmu2 eksak. Selama tidak
menyentuh perkara hukum halal haram, itu adalah eksplorasi yang diperbolehkan.
Karena tujuan mereka adalah untuk menambah pengetahuan perkara keunikan al
quran, bahwa al quran tersebut luar biasa –kebutuhannya adalah disesuaikan
dengan zaman. Selama bukan dalam hal memastikan tafsirnya demikian, karena
dikhawatirkan merubah tafsir itu sendiri.
Karena, dalam tafsir pun juga telah
melalui pengujian.
Q. FIQH sebagai produk budaya?
A. sebelum Islam dibawa oleh al Quran, Arab memiliki
seperangkat tradisi –kultur sendiri. Sehingga dalam al quran, kajian filsafat
islam, para ulama telah dibekali seperangkat keimanan yang kuat, baru kemudian
mengkaji filsafat. Sehingga ketika islam datang ke tradisi arab, maka islam
hanya berfungsi meluruskan. Sehingga kata rasulullah, “jika ada akhlak2 mulia,
maka diluruskan.” “orang arab zaman jahiliyyah adalah permata yang mulia. Akan
bertambah mulia jika ia masuk islam.”
Sehingga, tradisi di satu sisi memberikan
kontribusi. Namun di sisi lain, islam tidak terpengaruh pada tradisi.
Q. ijma’ yang dimaksud, ulama seperti apa yang
dimaksud?
A. lebih spesifik, adalah ulama fiqh, yang latar
belakangnya syariah.
Az Zarkasy dalam kitab al bahr al
muhith bertanya, “bolehkah fatwa ushul fiqh dijadikan hukum?” karena setiap
disiplin ilmu punya disiplin masing2. Mayoritas ulama mengatakan boleh, namun
dari aspek profesionalisme dari aspek keilmuwan mempengaruhi kulitas dari
fatwa yang diberikan.
Maka, dikatakan mujtahid, kebanyakan
adalah ulama fiqh zaman dahulu. Namun, ulama terdahulu itu selain ahli fiqh,
ahli ushul fiqh, ahli hadist. Seperti imam syafi’i. Pun dengan 4 imam lainnya
Q. untuk sekarang, adakah forum ulama fiqh lintas
mazhab?
A. pasti ada, namun scopenya berbeda. Skala
internasional. Jika skala nasional, ada MUI. Meskipun tidak bisa dipastikan
apakah ijma’. Misal saja, untuk scope internasional, ada Rabithah al
islamy adalah lembaga internasional, namun tentu saja tidak bisa
mengakomodir hukum. Dan mereka juga punya keputusan –qarara, tapi
biasanya membahas pada permasalahan kontemporer, misal pada kasus politik,
ekonomi. Namun tidak membahas permasalahan2 ibadah. Karena sudah dibahas oleh 4
mazhab, maka tidak tahsilul hasil –mencari2 sesuatu yang sudah
ditemukan.
Q. apakah ada dialek dalam membaca al quran, dan
mempengaruhi dalam penafsiran ayat2 quran untuk istinbath hukum?
A. Jika qiraat hanya terkait masalah imalah, tidak
masalah. Karena tidak mempengaruhi artinya. Namu jika dalam aspek susunan kata
dan harakat, bisa terjadi khilafah yagn terjadi oleh para ulama. Sementara
dalam batasan mutawatir atau syadzah.
Misal. Innallaha bari’un minal
musyrikina warasulihi, “sesungguhnya Allah melepas diri dari orang2 musyrik dan
rasulnya.”
Kemudian, ada seorang arab Badui yang
bahasa arabnya belum tercampur (murni) yang mendengar ayat ini, dan kalau
begitu, aku berlepas diri pada rasul. Datanglah pada umar bin khattab. Yang
benar adalah “sesungguhnya Allah melepas
diri dari orang2 musyrik, begitupula rasulnya.”
Yang benar adalah Innallaha
bari’un minal musyrikina warasuluh. – “sesungguhnya Allah melepas diri dari orang2 musyrik, begitupula
rasulnya.”