2 Feb 2015

#2 Ushul Fiqih -Sumber Dalil

#2 USHUL FIQIH
Jakarta, 20/01/2015. Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur.Materi kesepuluh. Daurah Fiqh Dar Ash Shalihat. Ust. Isnan Anshory [Rumah Fiqh Indonesia].


Dalil secara etimologis –bahasa berarti (menunjukkan). Dasar. Sumber dari hukum fiqh yang masuk dalam wilayah agama Islam. Dalam sebuah hadist rasul bersabda “barang siapa yang memberikan petunjuk atau menunjukkan seseorang untuk berbuat kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukan pahala tersebut,”
Ulama bahasa mendefinisikannya “seseorang yang memberikan petunjuk kepada sesuatu yang ia tunjuk.” Secara terminologis –istilah ulama ushul fiqh  berkata, “ apa apa yang memungkinkan mencapai suatu hukum khabari berdasarkan analisa yang argumentatif dan benar”

Khabari?

Dalam ilmu balaghah terdapat istilah irsyai dan khabari. Ketika dikatakan waaqimusshalat adalah irsya’i –adalah yang maknanya sudah fiks seperti kata perintah, kata larangan. Karena perintah, jadi sudah jelas. Tidak mengindikasikan kata tersebut benar atau salahnya. Namun, jika khabarinya adalah menyatakan bahwa shalat itu wajib. Sehingga, statement yang masih perlu menguji apakah ada unsur kedustaan atau tidak.
Sehingga, dalil adalah perkataan, bahwa berdasarkan ayat ini, shalat hukumnya ‘wajib’. Sehingga, didefinisan apa yang ingin dituju oleh orang yang menggunakan dalil.


KLASIFIKASI DALIL –meliputi 3 aspek
        1.       Sumber Dalil (al mashadir)
Dapat dipetakan menjadi 2;
           (a)     Dalil Naqli –diterima berdasarkan riwayat (menukil)
i.                     Al Quran –yang kita terima dari Rasulullah
ii.                    As sunnah –sunnah nabi SAW
iii.                  Ijma’ –kesepakatan para ulama generasi berikutnya
iv.                  Syariat ulama terdahulu yang ada dalam al Quran (bukan taurat dan injil, melainkan –keterangan Allah tentang beberapa hukum yang terkait umat2 terdahulu.
v.                    Mazhab sahabat –pendapat sahabat ;
termasuk tafsir bil ma’tsur à alquran dengan sahabat
Cabang ilmu tafsir; Tafsir bil ra’yi dan Tafsir bil ma’tsur –tafsir al quran dengan al quran, tafsir al quran  dengan as sunnah, tafsir al quran dengan pendapaat sahabat, tafsir al quran dengan pendapat tabi’in

            (b)     Dalil ‘Aqli –berdasarkan pola pikir/rasio seorang mujtahid
i.                     Qiyas –berdasarkan analogis
ii.                    Istishan
iii.                  Maslahah mursalah
iv.                  Istishab
v.                    ‘Urf
vi.                  Istiqra’


        2.       Legalitas (al furjiyyah) –para ulama sepakat atau masih diperdebatkan bahwasanya itu bisa dikatakan dalil atau tidaknya.
i.                     Dalil yang disepakati menjadi sandaran hukum
-          Al Quran
-          As Sunnah
-          Ijma’
-          Qiyas
ii.                    Dalil yang diperdebatkan; namun bisa menjadi alternatif jika tidak ada dalil (yang disepakati)
-          Istishan
-          Al masalah mursalah
-          Istishab
-          ‘Urf
-          Mazhab sahabat
-          Istiqra’


        3.       Prioritas pengambilan hukum –permasalahan baru yang terjadi pada suatu masa yang belum pernah ada dalilnya dimasa lalu, apa yang pertama kali harus dilakukan oleh mujtahid untuk dibaca menjadi rujukan berdasarkan dalil hukumnya. Ulama ushul fiqh menyebutnya dengan sebutan maratiqul mubtadil –topik dalam pengambilan dalil.
Ditinjau dari aspek siapa yang membaca dalil;
i.                     Mujtahid
-          Ijma’ para sahabat;
karena ayat al quran memungkinkan untuk dihapus hukumnya, dan memungkinkan maksudnya itu ada dalil lain yang berubah dari hukum asalnya ke hukum yang lain. Sedangkan ijma’, hal itu tidak mungkin terjadi, sehingga para ulama sepakat, ijma’ tidak di naskh dan tidak menaskh.
Seorang mujtahid, langkah pertama yang dilakukan mujtahid dalam mencari jawaban dari masalah baru, adakah suatu riwayat yang datang dari sahabat, mereka sepakat pada suatu permasalahan. Jika tidak ada, baru kemudian merujuk pada al quran.
-          Al quran; jika tidak mendapat secara eksplisit jawaban dari masalah yang baru, merujuk pada dalil as sunnah,
-          As Sunnah; jika tidak mendapat secara eksplisit-implisit jawaban dari masalah yang baru, merujuk pada dalil qiyas,
-          Qiyas; jika masih tidak mendapati jawaban dari masalah yang baru, baru kemudian merujuk pada dalil yang diperdebatkan
-          Dalil yang masih diperdebatkan.
Ketika masa khalifah abu bakr as-sidiq, saat terjadi perang yamamah, umar bin khattab resah karena banyaknya sahabat nabi hafizh yang wafat. Akhirnya meminta abu bakr untuk membukukan al quran. Abu bakr menolak, karena melihat hadist nabi tidak memerintahkan hal tersebut, dan qiyas belum sistematis diterapkan. Akhirnya, dilakksanakan berdasarkan maslahah.

Kita belajar dengan mikrophone, masa rasul tidak ada. Jadi, bagaimana hukumnya? Ulama mengatakan hal tersebut berdasarkan maslahah. Ini adalah alternatif.

Artinya, ketika terjadi kontradiksi antara hukum al quran dengan hukum as sunnah, atau al quran dengan dalil lainnya, maka yang diprioritaskan adalah yang lebih tinggi posisinya dalam prioritas pengambilan hukum. Namun, sekali lagi, ini bagi seorang mujtahid.

Sebagai seorang muqallid, tidak bisa langsung merujuk kepada dalil. Sah, namun bukan dalam konsep menyimpulkan hukum. Silahkan melakukan upaya memahami dalil, namun jangan sampai berfatwa.

Itulah sebabnya rasul mengatakan, “seorang di antara kalian yang berani masuk neraka adalah yang suka berfatwa.” Abdullah bin mas’ud berkata, “tidaklah aku mendapati seseorang itu suka berfatwa pada apa yang terus ditanyakan, kecuali dia orang gila.” Sehingga, harus berhati2 dalam berfatwa. Jika tidak punya kapasitas untuk berfatwa, maka merujuk pada ahli fatwa. Yang pada dasarnya adalah bermazhab –merujuk pada yang ahli hukum agama. Karena sesungguhnya, mazhab lahir berdasarkan perjalanan sejarah yang teruji dari abad ke abad hingga yang bertahan saat ini 4 mazhab.

Karena sejatinya, mazhab adalah itu sesungguhnya adalah sebuah ujian zaman. Pada masa sahabat, beberapa sahabat nabi yang ahli fatwa hingga muncul kala itu mazhab madinah, mazhab makkah, mazhab kufah. Terpolarisasi menjadi dua; ahlu ra’yi dan ahlu hadist. Hingga saat ini, yang masih eksis ada 4 mazhab.

Bagi seorang muqallid, prioritasnya adala mencari jawaban terhadap masalah yang dihadapi, merujuk pada yang ahli menyampaikan hukum –yakni ulama yang berada dalam sebuah mazhab.
Bermazhab bukan berarti bertanya pada yang masih hidup. Jika memiliki kapasitas membaca kitab2 fiqh, dapat merujuk pada kitab2 fiqh. Karena ulama mengatakan, “sesungguhnya ilmu itu tidak akan punah dengan kematian pemilik ilmunya.” Maka jika bermazhab imam Syafi’i, membaca kitab2nya sama dengan bertanya pada imam syafi’i.

ii.                    Muqallid –tidak mungkin merujuk ke al quran dan sunnah. Sehingga, dibatasi pada ;
-          Mazhab yang mu’tabar (otoritatif) berdasarkan aqidah ahlus sunnah wal jama’ah
Pada akhirnya, bicara tentang dalil, harus melihat kapasitas kita. Bermazhab pada mazhab yang otoritatif, berbasis ahlul sunnah wal jama’ah –yang sampai sekarang terpecah menjadi 4;.
a.        Imam Hanafi
b.       Imam malik bin Anas
c.        Imam Muhammad bin Idris (w. 204 H)
d.       Imam Ahmad bin Hanbal (w.
.

JENIS DALIL DAN LEGALITASNYA
 Apa yang dimaksud dalil yang legal?

Makna legal adalah à dalil tersebut bersifat legal untuk menjadi dasar hukum dan wajib diamalkan.

Artinya, jika ada ulama menyimpulkan berdasarkan qiyas sementara qiyas adalah dalil itu sendiri, maka wajib diamalkan. Misalnya, tidak ada naskh bahwa sabu sabu itu haram. Tetapi ada satu ilat (alasan) bahwa itu dapat memabukkan. Maka, meskipun sabu sabu berdasarkan qiyas diharamkan, maka wajib diamalkan. Sehingga jika ditinggalkan, sebaga muslim ada aspek ibadah.

Sehingga, ada dalil lain yang wajib kita amalkan selain al Quran dan hadis.
Contohnya ; qiyas. Kita tidak kenal kata2 sabu sabu. Tidak dijelaskan haram, tapi diqiyaskan dengan khamr karena sama2 memabukkan.


DALIL 1 –Al Quran
Definisi al quran; didefinisikan sebagai kalamullah. Al quran adalah firman Allah yang diturunkan pada Muhammad SAW untuk tujuan i’jaz (agar manusia tidak bisa membantah kebenaran al quran).
Artinya, jika seorang muslim kufur pada satu ayat saja dalam al quran, ia bisa murtad. Sehingga definisi i’jaz tidak hanya seluruh al quran, namun hanya satu ayat saja juga mewakili.
Bernilai pahala dalam membacanyak, dan ditransmisikan secara mutawattir (yang dari setiap generasi, banyak yang meriwayatkan).
Hadist masyhur misal diriwayatkan pada satu generasi oleh banyak orang, generasi selanjutnya hanya satu orang. Bukan termasuk mutawattir. Definisi mutawattir adalah setiap generasi, banyak yang meriwayatkan).
Sehingga, al quran disepakati oleh semua umat Islam, utama dalam bangunan agama Islam adalah dalil yang legal. Bahkan, al quran justru melegitimasi dalil lainnya. Maka sesungguhnya al quran adalah pokok utama yang melegalkan dalil2 agama Islam. Legalitasnya adalah berdasarkan ijma’ul ummat.


DALIL 2 –As Sunnah
Definisi Sunnah menurut ulama ushul; apa yang datang dari Rasul selain al Quran, dari perkatannya, perbuatannya, dari keputusan2nya, yang hanya terkait dengan hukum syar’i.
Tidak semua sunnnah wajib diamalkan. Misal, menikah lebih dari 4, bukan sunnah rasulullah. Rasul setiap hari pakai gamis, maka satu hari tidak memakainya adalah dosa? Bukan sunnah yang terikat oleh tradisi beliau yang terkai pada adat beliau. Maka, hanya terbatas pada hukum syar’i, yang terkait hanya pada hukum2 yang diperintahkan Allah kepada Rasulnya.
Sunnah nabi adalah dalil, namun berdasarkan legitimasi al Quran.

Dasar2 Legalitas Sunnah Nabi
(i)                   Waati’ullaha warrasul –allah menjanjikan sunnah nabi sebagaimana menjaga al quran.
(ii)                 Firman Allah dalam surat [Al Hijr] wama yantiqu ‘anil hawa (tidaklah seorang rasul berbicara berdasarkan nafsunya, namun berdasarkan alquran)
(iii)                Aaminu billahi warasulihi. Wahai orang2 yang beriman, berimanlah pada Allah dan RasulNya. Maka kewajiban kita beriman pada rasul, di lain sisi juga beirman pada apa yang datang pada Rasulullah
(iv)                Ijma’ul ummat –kesepakatan ummat islam bahwasanya sunnah nabi adalah dalil
(v)                 Rasulullah SAW adalah ma’shum, mustahil untuk berkhianat.
(vi)                Sangat mustahil seorang muslim mengaplikasikan syariat agama jika hanya merujuk pada al quran, tidak dengan dalil as sunnah.


DALIL 3 –Ijma’
Definisi Ijma –kesepakatan para ulama mujtahid dari masa ke masa dalam perkara2 agama. Artinya, jika di masa Rasulullah, tidak ada di masa Rasul, yang baru berlaku saat wafatnya Rasul. Terdapat pada masa shahabat dan tabi’in.
Contohnya; salah satu aqidah As Sunnah wal Jam’ah, pasca Rasul, khalifah adalah Abu Bakr, dasarnya adalah ijma’, -kesepakatan para sahabat. Maka jika ada orang di belakang yang menentang, maka ia menentang ijma’, yang menjurus pada kekufuran.

Dasar2 legalitas ijma’
(i)                   “Barang siapa yang menentang perintah Rasulullah setelah tampak jelas baginya kebenaran, dan mengikuti jalan selain para orang beriman, maka kami akan menyiapkan baginya neraka jahannam. “ –al Quran
Artinya, jika mematuhi ijma’, jalannya adalah surga.
(ii)                 “Dan kami telah menjadikan kalian umat Islam, umat yang adil –mustahil sepakat melakukan kesalahan.” –al Quran
(iii)                 “Dan tidaklah sebagian dari umatku kecuali pasti mereka selalu berada dalam kebenaran”
(iv)                “tidaklah umatku sepakat dan berkumpul untuk melakukan kesesatan. Dan tangan Allah itu berada bersama dengna jama’ah –mayoritas umat Islam.
(v)                 “sesungguhnya umatku tidak akan sepakat dalam sebuah kesesatan, sehinga jika ada ikhtilaf, ikutilah pendapat mayoritas” –as sawaadil a’dzham>.
(vi)                Dan rasul memohon pada rasulullah, “aku minta pada Allah SWT agar tidak menyesatkan umatku seluruhnya, akhirnya Allah berikan kepada mereka hal tersebut. “
Karena adanya mazhab berdasarkan ujian zaman. Mazhab berarti  kita ikut pendapat ahli, namun tidak fanatik pada pendapat mazhab itu


DALIL 4 –Qiyas
Definisi Qiyas –menetapkan hukum yang sudah ada dailnya untuk dalil pada masalah yang  udah ada dalil. Paling tidak, ada sebuah alasan yang menyamakan kedu dalil tersebut –karena ada presentase kesamaan. Jika bisa dibuktikan presentase kemiripan .

Misal. khamar dan sabu sabu. Dikatakan khamr haram dalam al quran. Sementara tidak ada larangan dalam penggunaan sabu-sabut. Tepi diqiyaskan.
Legalitas Qiyas;
(i)                   . ijma’
Contoh. menetapkan khaliah Abu Bakr As Sidq berdasarkan qiyas saat abu bakr menjadi Imam shalat. Para sahabat megnatakan, “jika Rasulullah ridho menjadikan abu Bakr sebagai pemimpin shalat kmi, maka kami ridha menjadikan Abu Bakr khalifah dunia.

(ii)                 Bahkan secara eksplisit, Umar pernah memerintahkan Abu Musa As Syari i , “kalaulah mendapati masalah bari dimana engkau menjadi hakim di sana, maka carilah hukum untuk merasalahan baru dari al Quran dan As Sunnah.

(iii)                Al quran

Fa’tabiru ya ulil abshar ada msalah baru yang ada hukumnya, carilah permasalahan yang sudah ada hukumnya dan diqiyaskan. Sehingga apa yang terjadi di masalalu menjadi pegangan untuk mencari solusi permasalahan yang akan datang

(iv)                “kalau seandainya mereka mengembalikan masalha itu pada Rasul dan Ulil Amri, maka mereka akan mendapatkan istinbahth –mengembalikan paada rasul, sesuatu yang sudah ada dalil kepada yang belum ada dalil.

(v)                 “wahai mu’adz, jika mendapat masalah, apa yang menjadi landasarn hukum?” “aku akan berhukum dari quran, jika tidak ada, akan mengugnakan sunnah. Jika tidak, aku akan menggunakan ra’yu (akal) betul2 memikirkan secara mendalam.

Karenanya, jika mujtahid tidak mendalam memikirkan sebuah permasalahan, dia akan mendapatkan dosa. Imam Syafi’i  ditanya dalil hikmah, butuh 3 hari bolak balik al quran. Mu’adz, mencari tentang hukum waris, membutuhkan waktu 1 bulan. Karena hubungannya tentang akhirat.

Pada kasus kita; Kita mempelajari ilmu duniawi, wajib hukumnya tahu faedah hukumnya dalam aspek syari’at. Misal, farmasi tentang hukum halal haramnya sebuah zat. Halal haramnya, etc? Ulama tidak paham akan hal itu, sehingga ia perlu penjelasan ahli farmasi. J untuk menetapkan obat ini halal-haram. Itulah kontribusi kita! Sesuai latar belakang disiplin ilmu kita.


DALIL 5 –Istihsan
Definisi istilah –kaitannya dengan qiyas. Ada masalah yang sudah hukum dengan dalilnya, dan ada yan gbelum ada hukum dan dalilnya. Dan bagaimana cari menyamakannya adalah dengan illah –alasan.. ada yang kaut, dan ada yang lemah.

Maka Istishan adalah ada dalil yang hukum asal dalam mengambil alasannya kuat, tapi dalam kondisi tertentu, ulama lebih mengambil alasan yang lemah. Pada dasarnya baik.

Contohnya. Dalam jual beli, memesan baju ke tukang jahit dengan DP. Hukum transaksinya, hukum asalnya haram, karena transaksinya tidak pasti. Namun, akibat kebiasaan masyarakat dari masa ke masa, faktor darurat, kebutuhan, sehingga istihsana, maka diperbolehkan

Contoh lainnya. Hukum asal jual beli adalah ijab qabul. Namun, jika hanya sekedar beli roti di warung, tidak perlu dengan mengatakan ijab qabulnya. Karena untuk hal hal sederhana, maka diperbolehkan..
Dasar legalitasnya
(i)                   Al maslahah al mursalah


DALIL 6 –Maslahah Mursalah
Ada 3 sifat maslahah;
       
1.       Maslalah yang didukung syariat
Ketika di masa utsman bin Affan ada tanda bacaan dalam al quran, maka didukung syariat. Termasuk dalam maslahah yang didukung syariat.
        
        2.       Yang tidak didukung syariat

         3.       Maslahah yang tidak diberikan komnetar –maslahah mursalah
Al quran tidak secara eksplisit mengakui, pun dengna melarang. Maka itu boleh, selama tidak bertentangan dengan syariat.

Contohnya, menggunakan media elektronik untuk belajar, ini adalah maslahah, tidak dijelaskan dalam al quran, namun demi kebaikan, maslahah.

Conthnya. Lampu untuk kebutuhan belajar. Diciptakan thomas alfa edison, seorang kafir, maka jika kita menggunakan lampu kita adalah kufur. itu tidak bisa dihukumi!


DALIL 7 –‘Urf
Definisi ‘urf.
Contoh di zaman kita; penentuan bab nikah. Dalalm tradisi kita, salah satunya adalah nilai minimal mahar. Jika ada yang tidak bisa melakukan hal itu, maka silahkan cari yang lain. Dalam islam sendiri, tidak ada standar nominalnya.

‘urf bukan berarti dalil yang berdiri sendiri, namun mempengaruhi al quran dan hadis tyang sifatnya global. maka seorang mujtahid yang hendak menetapkan hukum, harus melihat tradisi masyarakat.

Karenanya, Imam Syafi’i terkenal punya dua mazhab, yang lama dan yang baru. Karena aspek tradisi. Berbea antara tradisi mesir dan kuffah. Di kuffah, di tulis kitab al hujjah, setelah itu ia merevisi saat di mesir dengan kitab berjudul al umm. Sehingga tradisi adalah dalil.


DALIL 8 –ISTISHAB
Contohnya; “hukum asal transaksi mu’amalah adalah mubah, kecuali adayang menetapkan haram”
Contohnya; istri yang bertahun2 suaminya tidak pulang tidak jelas kabarnya, dalamhatinya, ada mudharat yang ditimbulkan dari istri, siapa yang memberi nafkah, dan lainnya. Maka hakim akan melihat, jika tidak ada tanda2 suaminya meninggal, istri tidak boleh menikah lagi.namun jika ada tanda2 meski ada yang tidak pasti, maka boleh menikah.
                                                                                                                          

DALIL 9 –Syariat Umat Terdahulu
Pertama, Syariatnya dihapus oleh Islam. Misal, taubatnya bani Israil adalah membunuh dirinya sendiri. Atau saat shalat harus di tempat masjid. Hukum2 ini dihapus karena syariat umat terdahulu.
Kedua, syariat yang masih berlaku. Misal, hukum qisas.
Ketiga, tidak ksecara eksplisit al quran menghapusnya, namun tidak pula diberlakukan. Disebut sebagai syariat umat terdahulu.


DALIL 10 –Madzhab  Shahabat
Derajatnya tidak intifaq (tidak semua sahabat setuju menjadikannya sebagai sumber). Karena seharusnya pendapat mereka bersumber dari rasul. Namun, akibat tidak ada naskh, disitula kemudian  para sahabat mengeluarkan pendapat. Biasanya berbentuk kesimpulan hukum yang lafalnya tidak langsung dari nabi, tapi dari mulut sahabat.
Seperti saat sahabat berkata, “rasul memerintahkan kita untuk,.... ataupun melarang kita untuk,....”

Contoh 1. Fardhu ‘ain. Aisyah berpendapat, meskipun orang itu bukan lagi bayi, tapi masih bisa menjadi mahram dengan wanita satu susuan. Hal ini disepakati jumhur ulama dan jumhur sahabat. Bahwa batas usia persusuan, maks 2 tahun untuk pemahraman. Jika > 2tahun, ibu susuannya bukan mahram bagi sang bayi.

Contoh 2. Fatwa Anas bin Malik, bahwa batas minimal wanita mendapat haidh. Beliau mengatakan, minimal mendapat darah haid min 3 hari.

Contoh 3. Fatwa Umar bin Khattab tentang laki2 yang menikahi wanita di masa iddah.  Mereka harus dipisahkan dan menikahi wanita itu untuk selamanya.

Contoh 4. Ibnu Ummar dan Ibn Abbas berfatwa, bahwa wanita hamil dan menyusui cukup membayar fidyah jka tidak berpuasa di bulan Ramadhan.
Sifatnya  murni berdasarkan ijtihadnya, tidak secara eksplisit.

Misal. pada masa sahabat, ada sebuah masalah baru yang tidak di alquran dan hadist hingga terpolarisasi dalam 3 mazhab. Bagaimana ulama berikutnya menyikap pendapat mereka?
         1.       Hasil ijtihad murni sahaabat
Hasil ijtihad para sahabat, ketetapan atau perbuatan mereka yang tidak dijumpai pada permasalahan pada zaman rasul.
         2.       Tidak disandarkan pada rasul
         3.       Tidak memiliki marfu’
Bukan representasi dari nabi SAW. Dikatakan hukum itu marfu saat sahabat berpendapat atas suatu hal, lalu ia gerkata bahwa, seperti itulah yang dilakukan oleh rasulullah.

Maka, pendapat ulama belakangan, terjadi perbedaan pendapat. Untuk pendapat Imam abu hanifah berkata, “ saya akan memilih di antara pendapat mazhab ini tanpa berijtihad terlebih dahulu.” –tidak keluar dairi pendapat sahabat. Namun Imam syafi’i berkata, “memungkinkan saya membuat pendapat baru,” –masih memungkinkan jika membentuk pendapat baru.
Legalitasnya masih diperdebatkan.


KONTRADIKSI ANTAR DALIL
Dalil punya 2 sifat;
i.                     qathi–satu pengertian, harus diamalkan, dan tidak ada mazhabnya. Tidak ada perbedaan pendapat
ii.                    zhanni, memungkinkan terjadi perdebatan, pengertiannya bermacam2 sehingga menimbulkan adanya mazhab.
1. qathi tsubut dan dalalah.
2. landasannya qathi, namun dalalal (maksudnya) adalah zhanni, memungkinkan khilafiyah contoh al quran.
3. landasannya zhanni, maksudnya qath’i contohnya hadist.
4. zhanni tsubut dan dalalah.

Konklusi;
Secara hakiki tidak terjadi kontradiksi antara dalil
Kontradiksi terjadi pada pemahaman ulama
Tidak ada kontradiksi antara dalil qath’i
Tidak ada kontradiksi antara dalil qath’i dan zhanni
ada kontradiksi pada dalil zhanni


#Q.A. session#
Q. Dalam buku muqaddimah, ada beberapa sumber dalil yang tidak disebutkan ustadz, seperti Sa’ad az Zar’iyyah?
A. Istishan, secara faktual seluruh mazhab memakainya, namun jika Sa’ad az Zar’iyyah bukan dalil yang semua madzhab menggunakannya. Seperti hal lainnya seperti maslahah mursalah, seluruh mazhab memakainya, namun dominan digunakan oleh madzhab syafi’i. Untuk Ssa’ad az Zar’iyyah hanya digunakan oleh mazhab hanbali.



Islam